JAVASATU.COM- Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri melalui Dinas Kesehatan menggelar On The Job Training (OJT) Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan Asma sebagai upaya meningkatkan kapasitas tenaga medis dalam menangani penyakit paru.

Pelatihan berlangsung Selasa-Jumat, 4-7 November 2025, di sebuah hotel di Kota Kediri dan diikuti 40 tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan petugas puskesmas se-Kota Kediri.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri, dr. Fahmi Adi Priyantoro, Sp.PD., menyampaikan bahwa OJT ini bertujuan memperkuat kompetensi tenaga kesehatan, khususnya di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), agar mampu memberikan pelayanan optimal sesuai standar.
“Kegiatan ini menghadirkan narasumber ahli paru untuk membekali tenaga medis terkait pencegahan, pengendalian, dan penanganan PPOK serta asma pada dewasa maupun anak,” jelas Fahmi, Selasa (4/11/2025).
Tiga pemateri yang hadir ialah dr. Nur Prasetyo Nugroho, Sp.P. yang membawakan materi pencegahan dan pengendalian PPOK; dr. Caesar Ensang Timuda, Sp.P. yang memaparkan pendekatan praktis kesehatan paru dan pengendalian asma dewasa; serta dr. Renyta Ika Damayanti, Sp.A. yang membahas penanganan asma pada anak.
Fahmi menegaskan bahwa peningkatan kapasitas SDM menjadi kebutuhan mendesak di puskesmas, terutama karena kebijakan nasional terkait 144 diagnosa yang mengharuskan sejumlah penyakit, termasuk PPOK ditangani lebih dulu di tingkat FKTP.
“Puskesmas harus siap dengan SDM kompeten dan sarana prasarana yang memadai untuk memberikan pelayanan promotif dan preventif yang berkualitas,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa puskesmas sering menangani penyakit saluran pernapasan seperti tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru kronis, dan bronkopneumonia, yang semuanya membutuhkan ketelitian diagnostik.
Mengutip data PDPI 2023, Fahmi menyebut jumlah penderita PPOK di Indonesia diperkirakan mencapai 4,8 juta jiwa dengan prevalensi 5,6 persen.
Selain peningkatan SDM, Dinas Kesehatan Kota Kediri juga menjalankan program pencegahan seperti Upaya Berhenti Merokok (UBM) untuk menekan risiko PPOK.
“PPOK paling banyak disebabkan oleh paparan asap rokok. Tidak hanya perokok aktif, tetapi perokok pasif juga berisiko tinggi,” tegasnya.
Fahmi berharap OJT ini mampu meningkatkan kemampuan tenaga medis dalam menangani PPOK dan asma di masing-masing puskesmas.
“Semoga ilmu dari narasumber bisa diaplikasikan langsung agar pelayanan kesehatan paru semakin optimal,” pungkasnya. (kur/arf)