JAVASATU.COM- Institut Molekul Indonesia (IMI) resmi meluncurkan divisi baru bertajuk Indonesia Stroke Recovery Initiation atau disingkat IStRI, Rabu (23/4/2025). Program ini menghadirkan teknologi nanobubble sebagai terobosan dalam terapi rehabilitasi stroke di Indonesia.

“IStRI bukan sekadar layanan medis. Ini adalah gerakan pemulihan menyeluruh untuk penyintas stroke,” tegas dr. Aditya Tri Hernowo, Ph.D., inisiator sekaligus peneliti IMI dalam keterangan tertulis yang dikirimkan ke redaksi media ini.
Program perdananya digelar di RAHO Premier Darmo Hill, Surabaya, dengan skema pemulihan intensif selama 10 minggu. Pendekatannya holistik, menggabungkan terapi fisik, dukungan psikososial, edukasi keluarga, hingga pemanfaatan teknologi canggih nanobubble.
Nanobubble, Teknologi Mikro Penghancur Sumbatan
Teknologi nanobubble menjadi inti terapi IStRI. Dengan memecah molekul gas hingga berskala nano, yakni seperseribu mikrometer, gelembung ini mampu membawa oksigen dan molekul penting langsung ke jaringan otak yang rusak akibat stroke. Efeknya, aliran darah kembali lancar dan regenerasi sel berlangsung lebih cepat.
“Pasien stroke biasanya bertahun-tahun tidak kunjung pulih. Ini yang ingin kami ubah,” tegas dr. Adit.
Penggunaan nanobubble di Indonesia berakar dari riset panjang yang dipelopori Prof. Sutiman Bambang Sumitro, Guru Besar Universitas Brawijaya. Hasil riset ini kini dikembangkan IMI bersama puluhan profesor, dokter, dan peneliti dari Universitas Brawijaya.
RAHO Club, Mesin Pendukung Inovasi
Guna menopang riset dan uji klinis yang menelan biaya besar, dibentuklah komunitas RAHO Club, yakni kumpulan relawan terapi dan penyokong dana yang kini beranggotakan lebih dari 15.000 orang lintas profesi, termasuk anggota DPR, TNI, Polri, pengusaha, hingga dokter spesialis.
Salah satu pendorong berdirinya klub ini adalah Kan Eddy, seorang penyintas stroke yang sembuh hanya dalam tiga kali terapi nanobubble.
“Pengalaman pribadi saya jadi alasan kuat untuk memperluas akses terapi ini ke masyarakat,” ujar Eddy.
Menuju Sistem Kesehatan Nasional
IStRI menargetkan adopsi teknologi ini ke seluruh pelosok Indonesia, bukan hanya rumah sakit besar, tapi juga klinik dan fasilitas layanan primer. Dalam jangka panjang, IMI berharap terapi ini dapat terintegrasi ke dalam sistem JKN dan ditanggung BPJS.
“Kami ingin penyintas stroke tak lagi berjuang sendirian. Dengan ilmu dan teknologi, kami dampingi mereka pulih sebagai manusia seutuhnya,” pungkas dr. Adit. (Sir/Arf)