Javasatu,Gresik- Diberitakan sebelumnya di media ini, Kamis (22/10/20202) salah satu pedagang souvenir di areal Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, H Hamid mengeluh sepi pengunjung atau peziarah sehingga berdampak ke dagangannya, karena bus wisata religi jarang masuk ke terminal Syekh Maulana Malik Ibrahim di Kelurahan Lumpur.
“Jika bus pariwisata masuk ke terminal Lumpur (Terminal Syekh Maulana Malik Ibrahim, red) dulu, otomatis kesini (Areal Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, red) kan diangkut sama Elf yang sudah disediakan dan turun lewat sini (Areal pedagang souvenir, red), kalau tidak parkir di terminal lumpur atau bus parkir di terminal sunan giri, peziarah ke makam syekh maulana malik ibrahim menggunakan angkutan kota, maka jualan para pedagang sepi. Kan turunnya peziarah yang naik angkot tidak lewat para pedagang” beber H Hamid, Kamis (22/10/2020).
Sayangnya, keluhan tersebut mendapat tanggapan yang kurang bijak dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik, melalui Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub), Nanang Setiawan.
“Biarkan saja masyarakat atau pengunjung yang memilih sendiri” jawab Nanang singkat saat dihubungi Javasatu.com melalui sambungan telepon genggam, Kamis (22/10/2020).
Selain keluhan pedagang, keluhan juga muncul dari peziarah. Salah satu peziarah asal Malang, Titik Handayani mengungkapkan kepada Javasatu.com, merasa bingung dengan kondisi yang terjadi sekarang. Dirinya mengaku beban biaya operasional (tambahan ongkos angkot) semakin bertambah, jika diberlakukan sistem transportasi seperti ini.
“Kita kaget dan heran kenapa kok bus nya di sana (Terminal Bus Wisata Giri, red) dan harus naik angkot. Sehingga para rombongan tambah biaya lagi (dari terminal bus wisata giri ke makam malik ibrahim, red). Pinginnya sih bus nya langsung ke terminal bus wisata malik ibrahim” ungkap Titik, Jumat (23/10/2020).
Intinya, lanjut Titik, peziarah menginginkan kembali seperti semula, yaitu Terminal bus wisata religi Syekh Maulana Malik Ibrahim di Kelurahan Lumpur Gresik difungsikan sebagai mana mestinya.
“Jika diberlakukan seperti ini terus, bisa-bisa peziarah akan sepi pak, dan terminal tidak di fungsikan sebagai mana mestinya. Selain itu juga pasti bertentangan dengan program pemerintah pengembangan pariwisata dengan perputaran ekonomi nasional. Karena setau saya perputaran ekonomi nasional itu di mulai dari desa atau kelurahan” beber Titik yang juga aktif di organisasi perempuan di wilayah Bantaran, Malang.
Selain itu, imbuh Titik, dampak dari kurang maksimalnya pengelolaan terminal tersebut, otomatis berdampak pada kesejahteraan masyarakat setempat.
“Contohnya pedagang yang menjajakan dagangannya kepada pengunjung wisata sepi dan tidak laku” pungkas Titik. (Bas/Saf)