JAVASATU.COM-MALANG- Di tengah kompetisi menuju kursi Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. H. Ahmad Barizi, M.A. memperlihatkan model kepemimpinan yang tak biasa: turun langsung membimbing mahasiswa pascasarjana dalam melahirkan karya ilmiah. Hasilnya, dua buku kolaboratif berjudul Masjid Jami’ di Indonesia dan Masjid dan Transformasi Sosial Muslim Nusantara resmi terbit dengan nomor ISBN.
Bukan sekadar pencapaian akademik, dua karya ini merepresentasikan komitmen Prof Barizi dalam membangun budaya intelektual yang hidup di kampus biru.
Ia tak hanya menjadi penulis utama, tetapi juga mentor aktif, yakni mulai dari mendampingi diskusi, menyusun kerangka teoritik, hingga menyemangati mahasiswa agar tak takut menulis.
“Jangan minder menulis. Akademisi akan selalu dikenang lewat karya tulisnya,” ucap Prof Barizi, yang selama ini dikenal dekat dengan mahasiswa, Selasa (13/5/2025).
Kedua buku tersebut tak berhenti pada pembahasan arsitektur atau sejarah masjid. Lebih jauh, keduanya menelaah bagaimana masjid berperan sebagai pusat transformasi sosial dalam sejarah Islam di Nusantara. Perspektif itulah yang menurut Prof Barizi harus terus dikembangkan: keilmuan yang tak hanya akademik, tetapi juga menyentuh realitas umat.
Langkah ini juga menunjukkan gaya kepemimpinan partisipatif yang diusung Prof Barizi. Mahasiswa tak diposisikan sebagai objek, melainkan sebagai mitra dalam penciptaan pengetahuan.
“Beliau hadir bukan memberi jarak, tapi merangkul,” ujar salah satu mahasiswa yang terlibat dalam penulisan.
Prof Barizi, yang dikenal produktif menulis dan aktif dalam diskursus Islam kontemporer, kini digadang-gadang sebagai figur yang mampu membawa UIN Maliki Malang ke arah lebih progresif.
Ia menawarkan sintesis antara keteguhan akademik, kedalaman spiritual, dan keteladanan moral, yakni karakter yang langka di tengah iklim birokrasi kampus yang cenderung administratif.

Kolaborasi literasi ini menjadi lebih dari sekadar publikasi. Ia adalah simbol bahwa UIN Maliki membutuhkan rektor yang mampu hadir secara nyata dalam proses transformasi intelektual, bukan hanya merancang visi di atas kertas, tapi terlibat dalam praktik akademik yang memberdayakan.
Jika kampus ingin tampil sebagai mercusuar keilmuan Islam yang inklusif dan membumi, model kepemimpinan seperti ini tampaknya tak bisa diabaikan. (Saf)