JAVASATU.COM-BOJONEGORO- Bawang goreng ‘SAE’ hasil produksi warga Desa Cancung, Kecamatan Bubulan. Kabupaten Bojonegoro dapat bertahan hingga 6 bulan tanpa menggunakan bahan pengawet.
Tepatnya di Jalan Oro-Oro Sudo, Imam, pemilik usaha bawang goreng SAE menjelaskan, bawang goreng SAE untuk bisa bertahan hingga 6 bulan ada sejumlah faktor penunjang.
“Pertama kualitas minyak goreng, kedua kualitas bahan baku” kata Imam dilansir dari Bojonegorokab.go.id, Senin (14/3/2022).
Selain itu, menurut Imam, salah satunya adalah proses pencabutan bawang yang baik di kala panen.
Di Bojonegoro kata dia, beberapa bawang merah berkualitas berasal dari Kecamatan Sekar, Kedungadem dan Gondang.
Pria yang merintis UMKM bawang goreng merah dan putih sejak tahun 2017 dan mulai produksi tahun 2018 ini juga mengungkapkan, peralatan yang digunakan masih manual. Mulai dari pengupasan, pengirisan, hingga penggorengan dan pengemasan.
“2018 mengurus SIUP, P-IRT dan dokumen perizinan lainnya. Awalnya saya bekerja di tempat produksi seperti ini di Kalimantan. Namun diizinkan kembali ke Bojonegoro untuk mengurus ibu yang tinggal sendiri” jelas dia.
Dalam hal pekerja, Imam memberdayakan delapan orang warga desanya. Diapun tak mematok jam kerja. Hanya jika senggang, lebih baik memanfaatkan waktu untuk menambah penghasilan lainnya.
“Sekali pendistribusian ke Kalimantan mampu mengirim satu ton kemasan 15 kilogram untuk bawang merah. Sementara 18 kilogram untuk bawang putih” kata Imam.
Sementara untuk kebutuhan pasokan bahan baku bawang, Imam yang juga berprofesi sebagai petani ini terkadang mengandalkan hasil tanamnya sendiri. Dia juga dipasok bahan baku dari wilayah lain. Seperti dari Kecamatan Sekar, Kecamatan Gondang dan Kecamatan Kedungadem.
“Sempat ada kunjungan dari PKK Jatim. Kami dipercaya untuk menyediakan oleh-oleh. Saya kemas bagus. Bawang merah dan bawang putih goreng” tuturnya.
Sayangnya, karena masih mahalnya minyak goreng, dapur produksinya kini tak mengepul lagi. Terakhir produksi akhir Februari tahun ini. Pegawainya dirumahkan terlebih dulu.
“Tapi ini insha Allah sudah dapat pemasok minyak goreng. Produksi satu ton membutuhkan minyak goreng 60 liter. Bawang merah goreng lebih banyak menggunakan minyak” jelasnya.
Selain itu, untuk kendala, Imam mengaku, masih kesulitan pemasaran lokal dan alat produksi. Apalagi, media pemasaran yang dilakukan baru sebatas via WhatsApp.
“Saya berharap ada pihak-pihak yang senantiasa membantu agar dapurnya terus mengepul, menghasilkan bawang goreng berkualitas dan warga sekitar beraktifitas kembali” tutup Imam. (Bam/Saf)