JAVASATU.COM-MALANG- Pasca Jalan Tol Malang-Pandaan (Mapan) dioperasikan, jalur menuju Surabaya dari Malang dan sebaliknya melalui depan pasar Lawang menjadi relatif lebih lengang. Bahkan, pengguna jalur dari kedua arah tersebut mampu memacu laju kendaraan dengan kecepatan tinggi.

Lega, mungkin itu yang dirasakan pengendara roda empat maupun roda dua tujuan Surabaya dan tujuan Malang melalui depan pasar Lawang, karena arus lalu lintas tak lagi macet seperti tahun sebelumnya. Seolah pengendara meluapkan kebahagiaannya dalam menikmati jalur depan pasar Lawang tersebut. Tak jarang pengguna roda dua sesekali menarik tuas dengan kencang sehingga laju kendaraan bertambah cepat.
Namun, dibalik kebahagiaan pengguna jalan di jalur Malang-Surabaya dan sebaliknya, ada kesedihan bagi juru parkir di sepanjang jalan Thamrin Lawang pasca jalan tol dioperasikan. Wajah sedih dan cemas itu terlihat pada raut muka juru parkir di jalan Thamrin, Lawang, Kabupaten Malang Suparto (67), karena pendapatan orang tua itu surut sejak tol Mapan beroperasi.
“Setelah tol dibuka sekarang ini saya parkir hanya dapat Rp 30 ribu,” jelas Suparto, Minggu (20/7/2019).
Dengan ucapan lirih, Pria kelahiran tahun 1952 itu bercerita sejak jalan tol Malang-Pandaan dibuka, jalanan dari dua arah di jalan Thamrin menjadi sepi meski telah memasuki musim arus mudik Lebaran. Bahkan, kini jarang ada kendaraan parkir untuk membeli makanan di tenda tenda makanan depan pasar Lawang. Padahal sebelum tol Mapan dioperasikan, sejak pagi hingga siang kendaraan roda empat dan roda dua berjajar parkir di areal penjual makanan tenda di lokasi itu.
“Kalau dulu macet di sini, setengah hari saja hasil parkir bisa mencapai Rp 60 hingga 80 ribu. Orang orang parkir cari makan. Sekarang sepi jarang kendaraan berhenti,” tukasnya.
Kendati pendapatan turun drastis hingga 50 persen, tetapi setoran parkir tetap sebesar Rp 20 ribu. Akibatnya kini dsri pendapatan kotor Rp 30 ribu hanya tersisa Rp 10 ribi sehari. Kondisi itu berbeda dengan belum ada tol Malang-Pandaan. Pria bercucu tujuh itu masih mampu mengumpulkan uang sisa setoran hingga Rp 60 ribu.
” Dulu begini ini (musim mudik;red) masih bisa menabung sisa untuk makan, beda dengan sekarang,” tukasnya.
Kini Suparto tak lagi berfikir untuk menabung karena untuk memenuhi kebutuhan makan sehari hari saja susah dengan hanya berpenghasilan parkir Rp 30 ribu. Apalagi usai disetorkan yang masuk kantong pribadi hanya Rp 10 ribu.
” Buat makan pokok ada uang, ya kalau sore sekarang saya ngerosok (cari barang barang bekas;red) agar bisa bertahan,” tambahnya.
Kini Suparto tetap berusaha sekuat tenaga mengais rejeki di usia yang renta saat ini, asal bisa memenuhi kebutuhan makan dalam kesehariannya. Impian menabung telah sirna pasca pendapatannya turun drastis.(Js1/)