JAVASATU.COM- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dikritik karena belum mengoptimalkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tanah eks bengkok seluas 58 hektar di Kelurahan Dampit dan desa tetangga, Baturetno serta Srimulyo. Potensi PAD yang terabaikan diperkirakan mencapai lebih dari Rp 8 miliar sejak 2019.

Koordinator Badan Pekerja ProDesa, Ahmad Khoesairi, menjelaskan, tanah eks bengkok yang kini menjadi aset Pemkab Malang belum menghasilkan pendapatan daerah sejak 2019.
“Jika dihitung sesuai harga pasar sewa tanah Rp 20 juta per hektar per tahun, potensi PAD dari 58 hektar tanah ini mencapai Rp 1,26 miliar per tahun, atau lebih dari Rp 8 miliar dalam tujuh tahun,” ujarnya, Rabu (23/10/2025).
Khoesairi menambahkan, pengelolaan tanah eks bengkok sebelumnya menimbulkan masalah hukum.
“Sudah ada enam pejabat yang dijerat aparat penegak hukum terkait dugaan penyalahgunaan penerimaan sewa tanah,” kata Khoesairi.
Desa Dampit, yang berubah status menjadi kelurahan pada 2015, memiliki wilayah perkebunan seluas 13.000 hektar, dengan 54 hektar tanah bengkok di wilayahnya dan tambahan 4 hektar di desa tetangga. Puluhan petani masih menggarap tanah tersebut.
Khoesairi menegaskan, Pemkab Malang harus serius memaksimalkan pendapatan dari aset ini sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, yang mewajibkan hasil sewa tanah dimasukkan ke kas daerah. Ia juga mendorong agar DPRD Kabupaten Malang membahas masalah ini secara khusus.
“Jika tidak segera ditangani, potensi PAD dari aset ini akan terus hilang,” kata Khoesairi. (agb/saf)