JAVASATU.COM- Pengamat kebijakan publik dan politik nasional Nasky Putra Tandjung menilai langkah Polda Metro Jaya menetapkan Roy Suryo (RS) dan tujuh orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan fitnah ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) merupakan bentuk penegakan hukum murni, bukan kriminalisasi.

Menurut Nasky, seluruh proses yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya sudah berjalan transparan, profesional, dan sesuai mekanisme hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Langkah Polda Metro Jaya sudah sesuai standar operasional prosedur (SOP) dan prinsip hukum yang berlaku,” ujar Nasky saat dikonfirmasi, Jumat (7/11/2025).
Founder Nasky Milenial Center itu menegaskan, penetapan tersangka terhadap RS dan tujuh orang lain didasarkan pada bukti dan fakta hukum yang kuat. Para tersangka diduga terlibat dalam tindak pidana pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Nasky menambahkan, penyidik Polda Metro Jaya telah melalui proses panjang sebelum menetapkan tersangka. Proses itu mencakup gelar perkara dan pemeriksaan sejumlah ahli, mulai dari ahli pidana, ahli sosiologi hukum, ahli komunikasi, hingga ahli bahasa.
“Artinya, keputusan ini bukan ujug-ujug, tapi hasil dari tahapan penyelidikan yang komprehensif,” tegasnya.
Sebagai bagian dari masyarakat sipil, Nasky menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri dan jajaran yang dinilainya telah bekerja secara profesional dan terukur.
“Polri menunjukkan komitmen menjaga integritas hukum dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nasky juga mengapresiasi kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang dinilainya berhasil menjaga marwah institusi kepolisian.
“Polri di bawah Jenderal Listyo Sigit adalah simbol ketegasan dan keadilan. Bersama Kapolda Metro, beliau membuktikan hukum berdiri di atas semua golongan,” kata Nasky.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah termakan framing negatif dan provokasi tanpa data sahih.
“Demokrasi sejati hanya bisa berdiri di atas kebenaran, bukan fitnah yang dibungkus opini. Kritik boleh, tapi harus berbasis data dan tidak menyerang pribadi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya resmi menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terkait tuduhan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Jokowi.
“Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, dan manipulasi data yang dilaporkan oleh Bapak Ir. H. Joko Widodo,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, Jumat (7/11/2025), dikutip dari rmol.id.
Asep menjelaskan, delapan tersangka dibagi dalam dua klaster. Klaster pertama terdiri dari lima orang berinisial ES, KTR, MRF, RE, dan DHL, yang dijerat dengan Pasal 310, 311, dan 160 KUHP serta Pasal 27A dan 28 ayat (2) UU ITE.
Sementara klaster kedua meliputi tiga orang, masing-masing RS, RHS, dan TT, yang dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP, serta Pasal 32, 35, dan 45 UU ITE terkait dugaan manipulasi data elektronik. (saf)