JAVASATU.COM- Di antara hiruk pikuk Stadion Kanjuruhan setiap akhir pekan, ada satu sosok yang nyaris tak pernah terlihat di panggung depan. Namanya Lusiani Ferelia. Hijabnya sering disibakkan angin pagi Kanjuruhan saat ia memantau satu per satu sudut stadion, mulai kolam renang, area GOR, jalur PKL, hingga patung singa yang kini menjadi ikon swafoto warga.

Setelah dua tahun delapan bulan menata kawasan yang sempat hening pasca-tragedi itu, Lusiani kini menapaki babak baru. Rabu (12/11/2025), ia resmi berpindah tugas menjadi Kepala Bidang Agroindustri Disperindagpasar Kabupaten Malang.
Namun sebelum dunia agroindustri menyapa, jejak Lusiani di Kanjuruhan sudah lebih dulu membekas.
Ketika Kanjuruhan Masih Sepi
Mei 2023. Kanjuruhan masih seperti kota yang kehilangan denyut. Bangunan-bangunan berdiri, tapi atmosfernya kosong. Orang-orang hanya melintas, bukan singgah. Saat itulah Lusiani memulai tugasnya di Dispora Kabupaten Malang.
“Yang penting satu: Kanjuruhan harus kembali menjadi milik masyarakat,” ujar Lusiani kepada wartawan, Jumat (14/11/2025).
Visi itu tampak sederhana, namun jalannya tidak. Ia memulai dari hal yang paling dekat dengan masyarakat: menghidupkan kolam renang dan GOR. Tim kecil dibentuk, pintu-pintu fasilitas dibuka kembali, dan satu per satu aktivitas kembali bertumbuh.
Kolam renang yang dulu sunyi kini riuh oleh latihan atlet dan anak-anak desa sekitar. GOR yang lama tertutup akhirnya kembali menjadi arena futsal, karate, hingga acara warga yang sekadar mencari ruang.
PKL, CFD dan Detak Baru Kanjuruhan
Salah satu keputusan paling berani yang diambil Lusiani adalah penataan pedagang kaki lima (PKL). Alih-alih digusur, para pedagang diajak duduk bersama. Mereka kemudian dilibatkan dalam menghidupkan kembali Car Free Day (CFD) Kanjuruhan.
Setiap Minggu, ribuan warga datang. Di antara aroma kopi, suara sandal jepit, dan tawa anak-anak, Lusiani melihat sebuah jawaban: inilah Kanjuruhan yang ia bayangkan, ruang publik yang kembali bernapas.
“Sekarang tiap minggu kawasan ini hidup lagi. Beda sekali dengan dulu,” ucap Zainul Arifin (44), warga Desa Kemiri.
Membenahi dengan Hati
Di sela-sela tumpukan laporan dan rapat teknis, Lusiani memberi ruang untuk estetika. Baginya, stadion yang baik bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga rasa aman dan nyaman. Maka, sudut-sudut stadion mulai tertata: area bersih, taman kecil, hingga spot foto yang menambah kebanggaan warga.
Di Museum Gate 13, tempat keluarga korban tragedi sering berdoa Lusiani memastikan area itu selalu terjaga, teduh, dan menghormati memori.
“Kalau masyarakat nyaman, berarti kerja kami bermakna,” katanya tenang.
Babak Baru: Agroindustri
Mutasi jabatan biasanya hanya deretan nama di surat keputusan. Tapi bagi Lusiani, itu adalah langkah lanjut dari cara ia bekerja selama ini: kolaboratif, membumi, dan selalu mencari pintu yang bisa dibuka bersama masyarakat.
Di Bidang Agroindustri, ia mengaku membawa semangat yang sama.
“Setiap tempat kerja adalah ladang pengabdian. Saya hanya ingin apa yang saya lakukan berdampak,” ujarnya.
Kanjuruhan Tak Lagi Sunyi
Kini, saat ia melangkah ke tugas baru, Kanjuruhan telah berubah. Bukan sekadar stadion, melainkan ruang publik yang kembali hidup: tempat orang berolahraga, pedagang mencari nafkah, anak-anak bermain, dan warga berfoto bangga di depan patung singa.
Di balik semua itu, ada jejak seseorang yang bekerja lebih banyak di belakang layar. Lusiani mungkin telah pindah jabatan, tetapi denyut baru Kanjuruhan masih menyimpan namanya. (saf)