JAVASATU.COM- Pengamat politik sekaligus pemerhati sosial, Nasky Putra Tandjung, menilai desakan untuk menonaktifkan anggota DPR RI Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, sarat tendensi dan tidak objektif. Ia meminta publik tidak mudah terpengaruh opini liar dan framing negatif yang menyerang legislator tersebut.

“Sebagai elemen masyarakat sipil, kami meminta publik tidak mudah terpengaruh berita hoaks dan narasi provokatif terhadap Deddy Sitorus,” kata Nasky dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (5/9/2025).
Menurut Founder Nasky Milenal Center itu, serangan personal terhadap anggota Komisi II DPR RI tersebut merupakan upaya menggoyang legitimasi sikap kritis Deddy selama memperjuangkan aspirasi rakyat di parlemen.
“Selama menjadi anggota DPR, publik menilai Deddy Sitorus konsisten, pro rakyat, kritis, serta aktif mengawasi jalannya legislasi, anggaran, dan kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Nasky menyesalkan munculnya narasi provokatif dan opini tendensius yang menyudutkan Deddy, baik di media sosial maupun media massa. Ia menduga ada pihak yang sengaja membangun opini negatif untuk merusak citra dan integritas politisi PDIP tersebut.
“Stop narasi sesat dan framing jahat. Kegaduhan akibat pembelokan fakta hanya merugikan masyarakat. Publik jangan mudah terprovokasi opini tanpa data dan bukti sahih,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa kritik merupakan bagian wajar dari demokrasi, namun harus disampaikan secara sehat, bukan dengan fitnah atau penggiringan opini.
“Bhinneka Tunggal Ika harus jadi semangat bersama. Mari satukan energi untuk Indonesia yang adil, makmur, dan berdaulat,” sambung alumnus Indef School of Political Economy Jakarta itu.
Sementara itu, Deddy Sitorus turut memberikan klarifikasi terkait pernyataannya yang viral dengan potongan kalimat “jangan bandingkan kami dengan rakyat jelata.” Menurutnya, video itu sengaja dipotong untuk menyerang dirinya.
“Itu video lama, 10 bulan lalu, saat saya menjelaskan soal perbandingan gaji DPR. Pernyataan saya bukan soal derajat atau status sosial, melainkan perbandingan gaji yang seharusnya adil,” jelas Deddy.
Deddy menegaskan, pernyataannya ditujukan untuk membandingkan gaji DPR dengan pejabat setingkat lembaga tinggi negara, bukan dengan pekerja berupah minimum.
“Kalau ada yang tersinggung, saya mohon maaf. Tapi konteksnya jelas, bukan merendahkan rakyat,” pungkasnya. (saf)