JAVASATU.COM-MALANG- Praktik kecurangan Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 daerah pemilihan (dapil) Jatim V Malang Raya diungkap. Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur, pada 24 Maret 2024 atau satu bulan sepuluh hari pasca Pemilu berlangsung, namun sayangnya hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.
Dalam permasalahan tersebut, kuasa hukum pelapor Bakti Riza Hidayat, SH, MH mengadukan oknum petinggi KPU Kabupaten Malang yang diduga ‘main mata’ dengan salah satu caleg DPR RI. Misinya, tidak hanya meng-create langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memenangkan si-caleg itu. Tetapi juga mengamankan suara yang diperoleh.
Selain itu pria yang akrab disapa Bakti itu mengadukan juga terkait perihal dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi suap penyelenggara negara yang dilakukan oleh oknum petinggi KPU Kabupaten Malang pada tahun 2024 itu diterima oleh Briptu Dicki Dharmawan SH.
Bakti menjelaskan, sebelum melaporkan, tim nya telah melakukan investigasi panjang. Hasilnya, dugaan pemufakatan jahat oleh AS dengan salah satu caleg DPR RI dari PKB, AA telah dilakukan sejak tahun 2022. Artinya, jauh sebelum Pemilu Legislatif bergulir.
“Dari dokumen investigasi yang kami peroleh, saudari AS mengajukan RAB sebanyak Rp 1,8 miliar untuk meng-create dan mengamankan suara AA. Dari angka itu, Rp 900 juta dialokasikan untuk serangan fajar diberbagai kecamatan di Kabupaten Malang, tiga diantaranya Kromengan, Pakis dan Bululawang,” terangnya.
Agar skenario berjalan mulus, AS juga membuat grup WhatsApp (WA) bernama Siber Grop. Grup ini berfungsi untuk melakukan koordinasi dan instruksi dalam pengamanan suara AA. Beberapa kali AS juga melakukan pertemuan darat dengan AA, baik di Kabupaten Malang maupun di Jakarta. Selama pekerjaan berlangsung, AA juga memfasilitasi AS dengan akomodasi, laptop, dan HP.
“Dari pendalaman data oleh tim kami, komunikasi antara AS dengan AA terjadi sangat masif sampai Pemilu usai. Ada sekitar 28 petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara (KPPS) dan beberapa sekretaris desa (sekdes) yang dilibatkan dalam operasi ini. Mereka adalah orang-orang yang ada dalam Siber Grop,” kata dia, Jumat (14/05/2024).
“PPK, PPS, KPPS serta sekdes itu direkrut secara khusus untuk mengamankan AA,” sambungnya.
Sampai hari ini, menurut Bakti, laporan tersebut belum ditindaklanjuti oleh jajaran Polda Jawa Timur. Padahal dari hasil konsultasi dengan beberapa pakar hukum, dugaan tersebut masuk dalam ranah gratifikasi, menyalahi UU Pemilu, menyalahi UU Pidana, serta penyalahgunaan jabatan. Apalagi, pada 24 Februari malam atau 10 hari setelah Pemilu, di rumah AS kawasan Curungrejo ditemukan seratus lebih amplop berisi uang Rp 25 ribu dan gambar-gambar AA, sedangkan di rumah salah satu PPK Singosari ditemukan 1.400 lebih amplop berisikan sama. Yakni uang masing-masing Rp 25 ribu beserta gambar-gambar poster AA.
“Kami berharap Polda Jawa Timur mengambil langkah taktis untuk membongkar praktik-praktik kecurangan Pemilu kemarin karena semua unsurnya telah memenuhi,” tegas dia. (Agb/Saf)