JAVASATU.COM- Gelombang demonstrasi besar-besaran yang berlangsung sejak 25 hingga 31 Agustus 2025 di berbagai daerah berujung ricuh dan menelan korban jiwa.

Sedikitnya 10 orang dilaporkan meninggal dunia, termasuk seorang pengemudi ojek online yang tewas tertabrak rantis Brimob. Kerusuhan juga diwarnai pembakaran gedung parlemen, penjarahan fasilitas umum, hingga penyerangan rumah pejabat.
Menanggapi situasi tersebut, Ketua PW Gerakan Pemuda Al Washliyah (GPA) DKI Jakarta Dedi Siregar mempertanyakan siapa pihak yang bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut. Ia menegaskan bahwa framing yang menyudutkan TNI tidak berdasar.
“Faktanya, TNI tidak mendapatkan permintaan pengamanan sejak 25 sampai 30 Agustus. TNI baru diminta turun setelah kerusuhan dan penjarahan terjadi. Jadi jelas, tanggung jawab atas kerusuhan bukan pada institusi TNI,” kata Dedi dalam keterangan pers, Senin (15/9/2025).
Menurut Dedi, kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Ketika demonstrasi berubah menjadi anarki, perusakan fasilitas umum, hingga menyerang institusi negara, maka hal itu masuk ranah pelanggaran hukum yang wajib ditindak tegas.
Ia mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum bertindak maksimal untuk mengusut tuntas kasus ini serta memberi keadilan bagi korban.
“Negara punya tanggung jawab melindungi kepentingan publik yang lebih luas. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban, pembangunan akan terhambat, ekonomi terganggu, dan citra bangsa bisa tercoreng,” ujarnya.
Dedi juga mengingatkan bahwa menjaga kedamaian bukan hanya tugas aparat, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Stabilitas nasional, kata dia, adalah syarat mutlak bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. (saf)