
OPINI
Membangun Akuntabilitas Fiskal Melalui Pengawasan Publik di Era Digital
Oleh: Dela Amanda Putri, Mahasiswi FISIP Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi
Dalam tata kelola fiskal modern, pengawasan publik menjadi salah satu pilar utama untuk menjaga integritas dan akuntabilitas keuangan negara. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, tata kelola keuangan publik dituntut semakin transparan, adaptif, dan partisipatif.
Ilmu administrasi publik memandang pengawasan bukan sekadar fungsi teknis, tetapi juga alat koreksi dan penegak integritas fiskal. Pérez-Durán (2023) menegaskan bahwa akuntabilitas publik memiliki tiga dimensi, yakni, vertikal, horizontal, dan sosial yang masing-masing menuntut sinergi antara lembaga pengawas, pemerintah, dan masyarakat.

Dengan semakin kompleksnya pengelolaan keuangan negara, tantangan yang muncul tidak hanya terkait korupsi dan penyalahgunaan kewenangan, tetapi juga lemahnya mekanisme pertanggungjawaban dan legitimasi publik terhadap kebijakan fiskal. Oleh karena itu, pengawasan publik berperan sebagai sistem check and balance yang memperkuat kredibilitas pemerintah dan menjaga keberlanjutan fiskal nasional.
Meski pengawasan publik memiliki peran strategis, sistem yang berjalan di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala mendasar.
Fragmentasi akuntabilitas antarinstansi. Seperti ditemukan Li et al. (2024), pengawasan sering dilakukan secara terpisah sehingga hasilnya tidak terintegrasi.
Minimnya transparansi dan partisipasi sosial dalam pelaporan fiskal. Masyarakat belum sepenuhnya dilibatkan sebagai bagian dari kontrol eksternal (Pérez-Durán, 2023).
Keterlambatan digitalisasi audit. OECD (2025) mencatat belum semua lembaga pengawas mampu menerapkan audit berbasis real-time untuk mendeteksi risiko keuangan lebih cepat.
Pergeseran fokus pengawasan. Liston-Heyes & Juillet (2021) menyoroti bahwa pengawasan lebih sering menitikberatkan pada kepatuhan administratif, bukan pada evaluasi kinerja dan risiko strategis.
Kesenjangan antara konsep ideal dan praktik di lapangan inilah yang menyebabkan banyak kebijakan fiskal kehilangan legitimasi publik karena minimnya transparansi dan akuntabilitas.
1. Konsep dan Fungsi Pengawasan Fiskal Publik
Secara akademik, pengawasan publik dipahami sebagai instrumen penting dalam menjaga efisiensi dan keadilan fiskal. Allen et al. (2021) menegaskan bahwa pengawasan efektif mampu mencegah korupsi, memastikan kepatuhan, dan memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Pengawasan publik tidak hanya soal audit keuangan, tetapi juga mencakup monitoring program dan evaluasi kinerja untuk memastikan setiap rupiah anggaran digunakan sesuai sasaran. Stiglitz (2021) menyebut transparansi fiskal sebagai prasyarat keberlanjutan sistem keuangan negara, karena masyarakat akan lebih percaya pada pemerintah yang terbuka dan responsif terhadap pengawasan.

2. Sinergi Antaraktor dalam Sistem Pengawasan Publik
Stewart & Connolly (2024) menekankan bahwa pelaporan fiskal yang konstitutif dapat mengubah praktik pemerintahan secara menyeluruh. Artinya, pengawasan harus melibatkan kolaborasi lintas lembaga — mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektorat Jenderal di tiap kementerian, hingga lembaga antikorupsi seperti KPK.
Ketiganya berperan menjaga keseimbangan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran. Di sisi lain, media dan masyarakat sipil turut berperan membangun tekanan moral dan politik agar pertanggungjawaban publik tetap terbuka.
Tran et al. (2020) menemukan bahwa semakin kuat mekanisme pengawasan, semakin besar pula kemungkinan laporan fiskal merefleksikan kondisi sebenarnya tanpa manipulasi.
3. Transformasi Digital dalam Pengawasan Fiskal
OECD (2025) memperkenalkan konsep digitalisasi audit yang memungkinkan pengawasan berbasis real-time. Dengan teknologi ini, lembaga pengawas dapat mendeteksi anomali transaksi anggaran secara langsung tanpa menunggu laporan manual.
Digitalisasi menjadi game changer dalam tata kelola fiskal karena meningkatkan efisiensi, akurasi, dan transparansi. Selain itu, masyarakat dapat ikut mengawasi melalui sistem pelaporan daring (online) dan open data, sehingga akuntabilitas sosial tumbuh secara alami.
Dengan pendekatan ini, pengawasan tidak lagi bersifat vertikal semata, tetapi juga horizontal (antarinstansi) dan sosial (oleh publik). Sistem pengawasan menjadi lebih adaptif terhadap risiko fiskal sekaligus memperkuat legitimasi politik pemerintah.

4. Pengawasan Sebagai Simbol Legitimasi Fiskal
Ilmuwan administrasi publik memandang lembaga pengawas sebagai simbol integritas dan legitimasi fiskal. Tanpa pengawasan yang kredibel, kebijakan fiskal mudah dipersepsikan sebagai alat politik semata.
Liston-Heyes & Juillet (2021) menyebut bahwa fokus pengawasan modern telah bergeser dari sekadar memeriksa keuangan menuju analisis risiko dan kinerja. Dengan demikian, pengawasan bukan hanya menjawab “apakah uang digunakan dengan benar”, tetapi juga “apakah uang digunakan secara efektif dan bermanfaat bagi publik”.
Pengawasan fiskal publik merupakan fondasi utama integritas keuangan negara. Dalam tata kelola fiskal modern, pengawasan telah berevolusi menjadi instrumen strategis untuk menjamin efisiensi, transparansi, serta legitimasi kebijakan fiskal.
Pengawasan publik yang efektif mencegah korupsi, menjamin penggunaan anggaran sesuai sasaran, dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Karena itu, sinergi antara lembaga internal, badan pemeriksa eksternal, dan masyarakat sipil mutlak diperlukan untuk menciptakan sistem check and balance yang kokoh.
Selain itu, transformasi digital dan partisipasi publik merupakan tonggak penting reformasi pengawasan fiskal di era modern. Pemanfaatan teknologi seperti real-time audit, blockchain, dan open data memungkinkan deteksi dini penyimpangan sekaligus memperluas ruang transparansi.
Pada akhirnya, pengawasan publik yang terintegrasi, adaptif, dan berbasis teknologi akan memperkuat legitimasi fiskal sekaligus menjamin keberlanjutan pembangunan nasional yang bersih dan akuntabel. (*)
*Artikel ini untuk tugas perkuliahan