
OPINI: Refleksi HUT ke-80 RI, Sehat Mental Wujud Merdeka yang Sesungguhnya
Penulis: I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya – Instruktur Lembaga Olah Pikir Indonesia LOA, Dewan Pengawas Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Hipnoterapi Indonesia, mitra Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus Kemendikdasmen.
Tahun ini, Indonesia memasuki usia 80 tahun kemerdekaan. Setiap peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia selalu diwarnai gegap gempita, yakni upacara bendera, lomba rakyat hingga karnaval budaya. Namun di balik semarak itu, ada refleksi penting yang kerap luput dari perhatian: kemerdekaan sejati bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari belenggu batin, termasuk gangguan kesehatan mental.
Data terkini menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. Survei Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2022 mencatat 15,5 juta remaja (34,9%) mengalami masalah mental, dan 2,45 juta remaja (5,5%) menderita gangguan mental. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan menyebut, tiga dari sepuluh penduduk Indonesia berpotensi mengalami masalah kesehatan mental. Ironisnya, penanganannya masih jauh dari memadai.
Situasi diperburuk oleh keterbatasan anggaran. Dalam pidato kenegaraan 15 Agustus lalu, Presiden RI mengungkap defisit APBN sebesar Rp638,8 triliun pada RAPBN 2026. Jika prioritas tetap jatuh pada sektor infrastruktur dan belanja rutin, kesehatan mental masyarakat berisiko terus terpinggirkan.
Padahal, kesehatan mental adalah fondasi kehidupan berbangsa. Individu yang sehat mental mampu berpikir jernih, mengendalikan emosi, membangun relasi positif, dan memaksimalkan potensi diri. Sebaliknya, depresi, kecemasan, atau stres pascatrauma bisa menurunkan produktivitas, merusak relasi sosial dan memicu perilaku destruktif.
Di sinilah pentingnya meredefinisi makna “merdeka.” Merdeka bukan sekadar bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari belenggu internal berupa gangguan mental. Merdeka berarti mampu menjalani hidup dengan bahagia, produktif dan bermakna. Tubuh boleh sehat, tetapi bila batin rapuh, kemerdekaan itu sejatinya pincang.
Perjuangan menjaga kesehatan mental memang menantang. Era digital membawa tekanan baru: banjir informasi, budaya instan, hingga ekspektasi sosial yang tidak realistis. Media sosial, misalnya, sering memicu perbandingan diri, rasa tidak puas dan perundungan. Situasi ini menuntut individu dan negara serius mengelola aspek psikologis warganya.
Sayangnya, stigma terhadap gangguan mental masih kuat. Banyak orang enggan mencari bantuan karena takut dicap “gila.” Padahal, gangguan mental membutuhkan penanganan profesional, sama seperti penyakit fisik. Tanpa intervensi, kondisi bisa memburuk dan berdampak pada aspek sosial maupun ekonomi.
Maka, perayaan HUTke-80 RI seharusnya menjadi momentum refleksi kolektif. Jika para pahlawan dahulu berjuang merebut kemerdekaan fisik, generasi kini ditantang memperjuangkan kemerdekaan jiwa. Membebaskan diri dari depresi, cemas atau trauma adalah bentuk perjuangan modern yang tak kalah heroik.
Dukungan profesional juga sangat penting. Terapi psikologis, konseling, hingga hipnoterapi dapat menjadi pilihan. Hipnoterapi, misalnya, terbukti secara ilmiah membantu banyak orang dengan biaya relatif terjangkau. Metode ini bersifat holistik, menyentuh akar emosional, non-farmakologis, minim efek samping dan fleksibel sebagai terapi mandiri atau pelengkap psikoterapi. Hipnoterapi mampu membantu relaksasi, mengelola stres, meningkatkan kepercayaan diri dan mengubah kebiasaan negatif secara mandiri.
Kemerdekaan sejati tak bisa diraih bila jutaan warga hidup dalam kecemasan dan depresi. Semangat “merdeka” seharusnya meliputi kebebasan untuk merasa aman, dihargai, dan mampu mengembangkan potensi diri tanpa hambatan batin. Ketika negara sibuk menghitung defisit APBN, jangan sampai abai pada defisit yang lebih berbahaya: defisit kebahagiaan warganya.
Indonesia telah berumur 80 tahun, tetapi tanpa rakyat yang sehat mental, cita-cita “mencerdaskan kehidupan bangsa” akan sulit terwujud. Mari jadikan HUT ke-80 RI dengan tema ‘Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’ sebagai momentum untuk menyehatkan jiwa bangsa. Karena hanya bangsa yang sehat mentalnya, yang benar-benar merdeka. (*)