JAVASATU.COM-MALANG- Pemilik toko grosir sembako, F (40) warga Desa/Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang yang diduga melakukan penyekapan terhadap mantan karyawannya, GF (18) warga Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang mendatangi Polres Malang, dalam klarifikasinya menyatakan tidak pernah ada penyekapan.

Melalui kuasa hukumnya F, Hatarto Pakpahan yang saat itu mengklarifikasi laporan GF di Polres Malang terkait dugaan penyekapan yang dilakukan oleh kliennya selama 10 hari yang sebagaimana dilaporkan sebelumnya menyatakan itu tidak benar.
“Kalau dalam laporan itu dikatakan disekap, kami tidak setuju. Sebab di dalam perundang-undangan, kalau penyekapan itu adalah merampas kemerdekaan seseorang,” ungkapnya saat ditemui, Jum’at (1/4/2022).
Menurut penuturan Hatarto, selama 10 hari tersebut GF diminta tinggal di rumah F akibat adanya permasalahan yang perlu diselesaikan, terkait kerugian yang dialami F sekitar Rp 1 miliar, karena diduga digelapkan oleh GF.
“Kemudian, sebelumnya F juga kerap ditagih oleh beberapa orang yang juga diduga dilakukan oleh GR,” jelasnya.
Maka untuk kelancaran mempertanggung jawabkan dan untuk menemui beberapa penagih, GF diminta untuk tinggal di rumah F selama 10 hari.
“Namun, karena GR dan suaminya ini sering bercanda di dalam kamar, sehingga dianggap mengganggu rumah tanggal F, maka ketika malam kamar tersebut dikunci. Paginya F kembali membuka pintunya,” jelasnya.
Hatarto juga memastikan, di dalam kamar tersebut juga tersedia beberapa fasilitas layak, seperti tempat tidur dan kipas angin.
“Di dalam kamar itu, juga ada beberapa ventilasi, seperti jendela dan lubang besar di langit-langit. Sehingga, kesempatan untuk keluar sebenarnya terbuka lebar,” katanya.
Sementara terkait dugaan penggelapan yang dilakukan oleh GF, Hartato menyebut bahwa GF kerap melakukan penyimpangan dalam proses penjualan sembako.
“Misalnya jika gula 5 ton, 3 tonnya dijual sesuai mekanisme penjualan, sedangkan 2 ton lainnya dijual dan hasilnya dipakai secara pribadi oleh GF,” katanya.
Dugaan penggelapan ini diketahui setelah F menemukan selisih perhitungan dalam laporan keuangan pada 27 Februari 2022 dengan nilai kerugian mencapai Rp 1 miliar. Namun permasalahan akan diselesaikan secara kekeluargaan, atau tidak sampai keranah kepolisian.
“Besoknya, F minta pertanggungjawaban kepada GF, agar mengganti kerugian yang dialami tersebut. Bahkan, GF juga meminta keringanan dari Rp 1 miliar itu menjadi Rp 800 juta. Hal itu juga sudah disepakati oleh F,” tuturnya.
“Namun, tidak tahu kemudian GF ini tiba-tiba membuat laporan terkait dugaan penyekapan,” sambungnya.
Terkahir, Hatarto mengklarifikasi bahwa GF selama bekerja sejak tahun 2020 lalu masih di bawah umur. Sebaliknya, saat itu pihaknya sudah menginjak usia 18 tahun, sekaligus telah berstatus menikah.
“Secara hukum, perempuan kalau sudah menikah meskipun di bawah usia 18 tahun, maka terhitung sudah dewasa,” katanya.
Selain itu, selama bekerja GF juga digaji sebesar Rp. 2,7 juta serta diberikan bonus apabila mencapai target penjualan.
“Kalau terkait F menekan GF untuk memenuhi target omset senilai Rp 30 juta itu juga tidak benar. Kami ada bukti percakapan F dan GF, bahwa saat itu F hanya sifatnya memotivasi agar penjualan mencapai target Rp 30 juta. Apabila mencapai maka akan mendapat bonus tambahan,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa GF melaporkan kasusnya ke Polres Malang dengan dalil penyekapan selama 10 hari oleh majikan tempatnya berkerja di sebuah toko grosir sembako yang berada di kawasan Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.
Ia membuat laporan ke Mapolres Malang didampingi kuasa hukumnya, Agus Subyantoro. Agus menganggap majikan tersebut telah melanggar Pasal 330 KUHP. (Agb/Saf)