Javasatu, Malang- Adalah Sujarwo warga desa Maguan kecamatan Ngajum kabupaten Malang yang mengisahkan kasus tanahnya ke awak media. Tanah waris dari peninggalan buyutnya seluas total kurang lebih 31 hektar itu hingga hari ini tidak bisa dinikmati semuanya.
Selama ini tanah seluas 31 hektar itu, 8 hektar digarap oleh orang lain. Tapi beberapa bulan lalu mencoba untuk diperjelas dengan mendatangi satu persatu penggarapnya. Bahkan usaha mengumpulkan penggarap dengan aparat desa sudah dijalaninya, namun masih mengalami jalan buntu.
Hingga suatu ketika Jarwo, panggilan Sujarwo, mengalami permasalahan dengan kepolisian, kerena meratakan tanah dengan buldozer, Jarwo dianggap menyerobot oleh Mustakim.
Dalam penuturannya, ia berani melakukan hal itu karena mempunyai hak tanah berupa leter C di desa Balesari dari ahli warisnya (Sairah Irah, nenek buyut dari Jarwo,red).
“Sama bu Kapolsek disuruh berhenti, karena tanah masih dalam sengketa, selesaikan dulu dengan sengketa itu,” terang Jarwo. Kamis (27/02/2020).
Perselisihan itu rupanya buntut dari Mustakim yang mengeklaim tanah tersebut adalah miliknya.
“Kalau Mustakim awalnya saya tidak kenal, tahunya setelah saya dilaporkan ke Polisi,Ternyata Mustakim penggarap atau penyewa tanah saya terhitung 25 tahun. Kalau dihitung tahun 2019 lalu sudah habis sewanya,” ungkap Jarwo.
Sementara dalam memenuhi pemanggilannya di unit 4 Mapolres Malang sudah dilakukannya. Bahkan ironisnya penyidik menyarankan agar Sujarwo, menyewa pengacara untuk membuat laporan secara perdata agar kasusnya cepat selesai.
“Saya terima perintahnya, tapi saya masih bingung. Karena saya ini sudah habis 20 pengacara, banyak mengeluarkan uang, saya bangun rumah sampai berhenti” ulasnya.
Selama ini, Sujarwo mengklaim, ada 8 hektar tanah warisan yang dikuasai dan digarap oleh pihak lain. Semestinya, kata Sujarwo, 31 hektar tanah hak atas itu adalah mutlak miliknya selaku ahli waris.
Dituturkannya, tanah yang kini dikuasai dan digarap oleh pihak lain itu merupakan warisan dari nenek buyutnya, Sairah Irah.
“Jadi ceritanya nenek, waktu era Gestok (Gerakan Satu Oktober 1965), itu nenek saya ditakut-takuti, akhirnya tanah itu dibiarkan kosong. Kemudian dikuasai sama oknum veteran, dari oknum veteran itu lalu dibagi-bagi,” kata Sujarwo
Pria yang sehari-hari beternak kambing itupun masih terus berjuang mengembalikan tanah yang menjadi haknya tersebut. Sujarwo mengaku mengantongi surat-surat yang sah.
“Saya ada letter C tanah itu. Itukan tanah nenek buyut saya. Maunya ya saya ambil kembali tanah itu,” terangnya.
Lebih lanjut, Sujarwo selaku ahli waris yang sah berharap, tanah itu bisa kembali padanya. Segala upaya untuk mengembalikan tanah warisan itupun terus ditempuh oleh Sujarwo. (Agb/Arf)