JAVASATU.COM- Universitas Mulawarman Smarinda Kalimantan Timur menjadi tuan rumah Endgame Goes to Campus, menghadirkan Lyceum Endgame sebagai bagian dari Policy Forum on Education 2024. Dengan tema Batang Harmoni Ilmu, acara ini menjadi wadah diskusi mendalam mengenai hubungan antara kearifan lokal dan tantangan global dalam dunia pendidikan pada Senin (6/1/2025).

Acara ini merupakan kolaborasi antara Endgame, Pemimpin.id, Konsorsium Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia yang terdiri dari 18 lembaga termasuk Tanoto Foundation dan Universitas Mulawarman. Lebih dari 200 peserta, termasuk mahasiswa dari berbagai daerah di Kalimantan Timur, hadir untuk menyimak diskusi yang membangkitkan refleksi dan inspirasi.
Salah satu momen berkesan dalam acara ini adalah presentasi Arrida Hamzah, pemenang lomba karya tulis Policy Forum on Education 2024 dari Sulawesi. Ia menekankan pentingnya sistem pendidikan yang menghubungkan kebutuhan lokal dengan manfaat global. Arrida menawarkan konsep pelatihan guru sebagai pamong, di mana guru tidak hanya mengajar tetapi juga berperan sebagai fasilitator pembelajaran berbasis masyarakat.
Diskusi juga membahas pengaruh neoliberalisme dalam sistem pendidikan. Arrida menyoroti ketimpangan akibat pertumbuhan ekonomi yang terpusat di kota besar, menyebabkan pendidikan di daerah tertinggal. Materi ajar di sekolah kerap tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja, terutama di wilayah pinggiran.
Dalam sesi yang dipandu oleh Gita Wirjawan, Visiting Scholar di Stanford University sekaligus host Endgame Podcast, berbagai permasalahan fundamental dalam pendidikan Indonesia dikupas secara kritis. Gita menekankan pentingnya perhatian terhadap para guru sebagai akar sistem pendidikan. Ia membandingkan status sosial guru di Indonesia dengan negara-negara seperti Korea Selatan dan Singapura, di mana profesi guru sangat dihormati.
Nisa Felicia menggunakan analogi pohon untuk menggambarkan sistem pendidikan, menyoroti perlunya pendekatan yang berbeda sesuai dengan karakteristik tiap daerah. Ia mengkritik standarisasi pendidikan yang mengabaikan keberagaman kebutuhan lokal.
Sementara itu, Hetifah Sjaifudian menyoroti ketimpangan sosial dalam akses pendidikan dan kebijakan yang lebih menguntungkan segelintir pihak. Ia menegaskan bahwa sistem saat ini terlalu berfokus pada persaingan masuk ke sekolah-sekolah favorit tanpa memperhatikan kebutuhan daerah terpencil.
Acara ini ditutup dengan refleksi mendalam mengenai arah kebijakan pendidikan Indonesia. Para pembicara sepakat bahwa reformasi pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas guru dan relevansi kurikulum. Hetifah menegaskan bahwa kurikulum yang baik tidak akan efektif tanpa pemahaman mendalam dari para guru sebagai pelaksana utama.
Sebagai bagian dari rangkaian Policy Forum on Education 2024, diskusi akan berlanjut dengan Chronicles bersama Bagus Muljadi di Universitas Riau pada 11 Januari 2025. Forum ini terus mendorong dialog berbasis kearifan lokal untuk menciptakan kebijakan pendidikan yang lebih inklusif dan relevan bagi Indonesia. (Nuh)