JAVASATU.COM- Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) menyoroti peran strategis negara-negara Global Selatan dalam tatanan dunia digital melalui kuliah umum bertajuk “Global South in the Digital Age: Diplomacy, Development, and the Role of Emerging Economies”. Acara yang digelar oleh Program Studi Hubungan Internasional, FISIP Universitas Moestopo, itu menghadirkan akademisi Argentina, Ignacio Ortiz Vila, sebagai narasumber utama.

Ortiz Vila, sejarawan dari National University of Tres de Febrero (UNTREF), Argentina menyebut platform digital sebagai mesin baru ekonomi dunia.
“Sekitar 70 persen nilai ekonomi global dalam dekade mendatang akan bersumber dari model bisnis berbasis digital. Ini akan menentukan ulang peta hubungan internasional,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi media ini pada Minggu (25/5/2025).
Ia menekankan bahwa negara-negara berkembang harus mengambil peran lebih aktif dalam diplomasi digital, dari kecerdasan buatan hingga tata kelola data. Bagi Ortiz Vila, transformasi teknologi tak bisa dibiarkan hanya dikendalikan oleh negara maju.
“Negara-negara Global Selatan perlu membentuk aliansi yang lebih kolaboratif, memperkuat suara mereka dalam forum global, dan memastikan bahwa perkembangan digital bersifat inklusif,” katanya.
Kepala Program Studi Hubungan Internasional Universitas Moestopo, Nadirah, S.Sos., menyatakan bahwa kuliah umum ini merupakan bentuk komitmen institusi dalam menghadirkan wacana global ke ruang akademik.
“Kami ingin mahasiswa memahami bahwa masa depan tata kelola digital bukan monopoli negara utara. Global South punya posisi strategis untuk turut menentukan arah kebijakan global,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kesamaan posisi antara Indonesia dan Argentina sebagai kekuatan menengah yang dapat memainkan peran penyeimbang di tengah tatanan dunia yang makin multipolar.
Diskusi yang dimoderatori oleh dosen HI Universitas Moestopo, Setya Ambar Pertiwi, M.A., turut menyinggung pentingnya refleksi akademik dalam membentuk pemikiran strategis mahasiswa.
“Diskursus ini membuka ruang bagi generasi muda untuk merumuskan strategi kebijakan luar negeri yang berbasis teknologi dan nilai-nilai keadilan global,” ujarnya.
Kuliah umum ini merupakan bagian dari rangkaian Program Meet d’Ambassador, yang bertujuan mempertemukan mahasiswa dengan pemikir dan praktisi hubungan internasional dari berbagai negara. (Arf)