JAVASATU.COM- Aktivis lingkungan hidup antara lain Gerakan Masyarakat Cinta Alam Nusa Tenggara Barat (Gema Alam NTB), Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (OASISTALA) Nusa Tenggara Barat, Karang Taruna Serawah Mimbar Kelurahan Sekar Teja Kota Selong NTB dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan Jelajah Sungai Belimbing hingga Muara sungai di Labuhan Haji di Kota Selong Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kegiatan dilakukan mulai 30 Desember 2022 hingga 1 Januari 2023.

Ketua Gema Alam NTB, Haiziah Gazali menyampaikan, dari hasil penjelajahan bahwa tim Jelajah menemukan pencemaran mikroplastik, 152 partikel mikroplastik dalam 100 liter air, seratusan pohon plastik dan 5 produsen yang sampahnya mencemari sungai Belimbing diantaranya, PT Wings, PT Marimas Putra, PT Ajinomoto, PT Indofood dan PT Unilever.
“Lima produsen sampah saset yang mencemari sungai hingga pantai di Labuan Haji, sungai tercemar mikroplastik dan kadar Phospat serta khloring yang melebihi standar,” jelas Haiziah, Minggu (1/1/2023) melalui keterangan tertulisnya.
Ditambahkan, menurut Ketua Gema Alam NTB, Haiziah Gazali, seharusnya perempuan menjadi ujung tombak pengelolaan sampah di Lombok Timur. Tetapi perlu upaya Edukasi. Perempuan juga harus dilibatkan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sampah.
“Karena perempuan memiliki peran penting dalam pengendalian sampah plastik. Perempuanlah yang setiap hari berjibaku dengan sampah domestik,” papar Haiziah Gazali.
lebih lanjut kata dia, jika perempuan teredukasi tentang bahaya penggunaan plastik sekali pakai pada kesehatan dan lingkungan, maka volume sampah plastik sekali pakai bisa dikurangi dalam setiap rumah tangga.
“Mari kita berresolusi di tahun 2023 agar sungai Belimbing bebas sampah plastik di pantai Labuan Haji,” ajaknya.

Sementara itu, Koordinator Jelajah Sungai Belimbing, Muhammad Juaini mengungkapkan, kegiatan Jelajah Sungai Belimbing bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan sungai dengan mengukur parameter fisika kimia dan kadar Mikroplastik dalam air.
“Selain itu untuk mengidentifikasi dampak sampah plastik terhadap air sungai Belimbing dan melakukan kampanye mengajak komponen masyarakat di Kota Selong dan masyarakat Lombok Timur untuk ikut menjaga sumberdaya air dari sampah plastik,” ungkapnya.
Selanjutnya, dari aksi Jelajah Sungai Belimbing, tim menemukan fakta bahwa.
- Tidak tersedianya tempat sampah dan sistem pengelolaan sampah yang memadai pada tiap Kelurahan/Desa (layanan penjemputan sampah, pemanfaatan dan pengolahan )menyebabkan warga membuang sampahnya Ke selokan dan sungai.
- Rendahnya kepedulian warga pada pentingnya fungsi sungai dan acuh pada dampak lingkungan sampah banyak ditemukan warga menjadikan sungai menjadi Tempat sampah
- Sampah yang tercecer ditepi sungai terbawa arus menuju ke Hilir hingga ke Labuhan Haji
- Karena terjadi pendangkalan dan pertemuan air sungai dan air pasang maka Sampah dari sungai Belimbing tertahan di muara sungai dan sepanjang pantai di Labuhan Haji
- Jenis sampah yang paling banyak dijumpai adalah sampah pembungkus atau sachet yang di produksi oleh bran
- Selain sachet banyak juga ditemukan sampah pakaian, sikat gigi, korek api, sandal sepatu, ban motor, plastik mika dan popok
- Air di Sungai dan Muara Labuhan Haji Terkontaminasi Mikroplastik
- Kadar Khlorin 0,05 ppm dan Phospat 1,7 ppm melebihi baku mutu, dalam PP 22/2021 tentang penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan hidup mensyaratkan kadar khloring tidak boleh lebih dari 0.03 ppm sedangkan Phospat tidak boleh lebih dari 0,3 ppm. sumber phospat berasal dari detergen sedangkan khlorin berasal dari senyawa pembersih,pemutih dan pestisida

Tim juga melakukan uji mikroplastik dengan mengambil contoh air sungai belimbing di Kelurahan Sekar Teja dan Muara sungai Belimbing di Labuhan Haji.
“Kami mengambil 100 liter air di dua lokasi yang mewakili upstream di Sekarteja dan di Labuhan Haji untuk mewakili downstream, di Sekarteja kami menemukan 260 partikel mikroplastik dalam 100 liter air sedangkan di Labuhan Haji kami menemukan 54 partikel mikroplastik dalam 100 liter air, sehingga rata-rata dalam 100 liter air sungai Belimbing terdapat 152 partikel mikroplastik,” ungkap Ketua Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN), Prigi Arisandi,
Lebih jauh Prigi menyebutkan jenis mikroplastik yang ditemukan di Sungai Belimbing adalah jenis Fiber atau serat-serat benang polyester, Filamen atau lembaran tipis dan fragmen atau cuilan plastik. Jenis yang paling banyak ditemukan adalah Fiber (78%), Filamen (18%) dan Fragmen (4%).
- Fiber, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam;
- Filamen , berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik Single layer SL dan jaring nelayan);
- Fragmen, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis (kemasan sachet multilayer, tutup botol, botol shampo dan sabun);
Perlu diketahui, Mikroplastik adalah partikel plastik yang berukuran kurang dari 5 mm, umumnya terbentuknya mikroplastik ini berasal dari fragmentasi atau pecahan plastik ukuran besar seperti plastik sekali pakai (tas kresek, Styrofoam, sedotan, botol plastik, sachet dan popok).

Kata Prigi, tim juga melakukan Brand Audit untuk mengetahui jenis dan produsen sampah plastik yang banyak dijumpai tertimbun di Muara Sungai Belimbing Labuhan Haji. Caranya mengumpulkan 1.000 piece sampah yang dipunggut di Sungai Belimbing hingga muara sungai di Labuhan Haji.

Untuk itu, Tim menegaskan, keberadaan sampah sachet harusnya menjadi tanggungjawab produsen. Dalam Permen-KLHK 75/2019 mewajibkan produsen ikut bertanggungjawab atas sampah sachet yang dihasilkan, bahkan dalam UU 18/2008 mewajibkan produsen ikut mengelola sampah produk yang tidak bisa diolah secara alami.
“Ada kewajiban produsen seperti PT Wings, PT Marimas, PT Ajinomoto, PT Unilever dan PT Indofood untuk ikut membersihkan sampah-sampah sachet yang mencemari sungai Belimbing di Kota Selong,” ungkap Prigi Arisandi.
Juga dijelaskan bahwa ada kewajiban extended produsen Responsibility yaitu tanggung jawab produsen untuk mengolah sampah hasil produk yang mencemari lingkungan.
“Sachet adalah jenis packaging plastik yang tidak bisa didaur ulang karena saset tersusun atas empat lapis jenis plastik atau disebut multilayer sehingga tidak bisa di daur ulang, dan menjadi kewajiban produsen untuk mengambil sampah dan mengolahnya,” tegas Prigi.
Untuk Itu, tim aktivis gabungan Jelajah Sungai Belimbing yakni, Gema Alam NTB, OASISTALA Nusa Tenggara Barat, Karang Taruna Serawah Mimbar Kelurahan Sekar Teja Kota Selong NTB dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara mendorong langkah sebagai berikut.
- Pelibatan peran perempuan dalam perencanaan dan pengelolaan sampah di NTB, melalui upaya edukasi dan peningkatan kapasitas perempuan dalam pengelolaan sampah melalui kegiatan pemilahan sampah dari rumah, pengendalian limbah cair domestik
- Penyediaan sarana pengelolaan sampah hingga di tingkat Desa/kelurahan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten dan pemprop NTB
- Perlunya pembatasan penggunaan plastik sekali pakai
- Peran Industri atau produsen yang memproduksi produk yang sampahnya tidak bisa didaur ulang.
(Saf)
Kren dan sebagai evaluasi kita semua