JAVASATU.COM- Sampah plastik merupakan permasalahan yang cukup menyita banyak perhatian dunia termasuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Karena merupakan salah satu masalah utama yang ada di perairan baik laut, danau, maupun perairan sungai.
Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) setiap tahun terdapat 30,911,430.20 ton per tahun di Indonesia. Sedangkan data sampah Kota Kupang tahun 2021 dari DLHK Kota Kupang mencapai 218,98 ton per hari dan diperkirakan menurun pada tahun 2022 mencapai 86 ton sampah per hari.
Namun temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) adanya Mikroplastik di perairan Kota Kupang dan Timbulan sampah di perairan menjadi Bukti bahwa Pengelolaan sampah di Kota Kupang masih amburadul.
Tim Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) berkolaborasi dengan Peneliti Muda WALHI Nusa Tenggara Timur melakukan uji kontaminasi mikroplastik di Perairan Kota Kupang pada tiga Lokasi di wilayah Hilir Kali Oesapa di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Wilayah Hulu Bendungan Biknoi, Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja sedangkan di wilayah Tengah sampel air yang diuji diambil di Kali Naimata, Kelurahan Liliba, Kecamatan, Maulafa.
“Dari ketiga lokasi kami mengambil 50 liter air sungai menggunakan mistic Scan dengan screen mikroplastik ukuran Mesh 350, artinya dalam satu inch terdapat 350 benang sehingga dengan alat ini akan mampu menyaring mikroplastik yang ukurannya kurang dari 5 mm” ungkap Horiana Yolanda Haki, Peneliti Mikroplastik Muda WALHI NTT, Horiana Yolanda Haki melalui keterangan tertulisnya kepada media ini, Jumat (2/12/2022).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa semua sampel air yang diambil telah terkontaminasi mikroplastik dengan rata-rata 161 partikel mikroplastik dalam 100 liter air.
Kata dia, dari Grafik diatas menunjukkan semakin ke arah hilir kontaminasi mikroplastik semakin tinggi.
“Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa mikroplastik jenis filament mendominasi mikroplastik di perairan Kota Kupang, jenis filament ini bersumber dari sampah tas kresek, botol plastik, gelas plastik, sedotan dan plastik pembungkus yang bersifat lunak, tercecernya sampah ke perairan menyebabkan sampah plastik terpecah menjadi partikel dibawah 5 mm yang disebut mikroplastik. Jenis mikroplastik kedua terbesar adalah fiber atau benang-benang yang berasal dari peralatan penangkap ikan dan limbah tekstil atau benang pakaian yang terlepas selama proses pencucian, karena tidak adanya instalasi pengolah limbah komunal maka limbah cair domestic yang berisi mikroplastik jenis fiber akan mencemari perairan Kota Kupang” beber Horiana Yolanda Haki.
Dari analisis tim ESN dan WALHI NTT menyimpulkan ada 5 Faktor penyebab pencemaran mikroplastik dan banyaknya timbulan sampah plastik di Perairan Kupang:
- Pola perilaku masyarakat yang konsumtif terhadap plastik sekali pakai, penggunaan yang plastik sekali pakai (tas kresek, botol air minum sekali pakai, sachet, gelas plastik dan popok)
- Perilaku membuang sampah tidak pada tempatnya, rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan ikut menjadi andil tercemarnya saluran air oleh sampah plastik. Kurangnya edukasi yang diberikan kepada masyarakat untuk ikut mengelola sampah
- Pemerintah Kota Kupang Mengabaikan pengelolaan sampah, dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 Pasal 15 secara jelas menegaskan bahwa produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Selain itu, Pemerintah Kota Kupang juga memiliki regulasi untuk menangani sampah, seperti Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2011 terkait kewajiban pelaku usaha. Pasal 12 secara tegas menyatakan Pelaku usaha yang melakukan usaha dan/atau program yang menghasilkan produk dan/atau kemasan produk wajib melaksanakan program pembatasan timbulan sampah sebagai bagian dari usaha dan/atau programnya.
- Pemerintah tidak melakukan pemetaan pelaku-pelaku usaha yang produknya dijual di pasaran, sehingga Produsen dan pelaku usaha yang menghasilkan sampah tidak termonitoring dan terus menghasilkan sampah plastik
- Pemerintah tidak menyediakan sarana infrastruktur pengolahan sampah seperti Tempat sampah yang memadai dan mencukupi, tidak tersedianya pengangkutan sampah, tidak adanya Tempat pengolahan sampah sementara atau TPS disetiap kelurahan.
Oleh karena itu, tim peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara dan WALHI NTT merekomendasikan bagi pemerintah Provinsi Daerah Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kota Kupang untuk:
- Implementasi UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah terutama dalam aspek pengurangan sampah plastik ke perairan hingga 30% pada tahun 2025
- Implementasi PP 22/2021 yang mensyaratkan sungai-sungai di Indonesia harus nihil sampah
- Pemerintah Kota Kupang harus menyediakan sarana infrastruktur sampah pada tiap kelurahan
- Pemerintah Kota Kupang membuat regulasi untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai (tas kresek, sedotan, sachet, botol plastik air minum dalam kemasan, Styrofoam, popok kain dan pembungkus makanan plastik sekali pakai), upaya ini bisa dimulai dengan tidak menggunakan botol plastik dan makanan berbungkus plastik dalam setiap acara yang diadakan oleh Pemko Kupang
- Mendesak dan mempertegas para pelaku usaha untuk bertangungjaawab membersihkan sampah plastic sachet yang mengotori perairan kota kupang karena dapat meningkatkan banyak risiko permasalahan kesehtan seperti risiko autorium, kanker, penyakit hormonal (diabetes mellitus hingga ketidaksuburan), gangguan perkembangan saraf bayi dan anak hingga kecatatan janin
- Memberikan edukasi dan fasilitas bagi masyarakat secara tepat. (*)