JAVASATU.COM- Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) menyebut bahwa sungai di Bali terkontaminasi mikroplastik. Hal ini berdasar usai tim ESN melakukan deteksi kesehatan Sungai di Pulau Bali di empat lokasi pada Jumat hingga Minggu (13-15/1/2023).
Empat lokasi yang dideteksi oleh tim ESN adalah, Kawasan Hulu di Tirta Empul, Tampak siring, Sungai Ayung, Dam dan Tukad Badung di Kota Denpasar. Dan menemukan semua lokasi telah terkontaminasi mikroplastik.
“Air sungai di Pulau Bali telah terkontaminasi Mikroplastik, bahkan dikawasan hulu di Tirta Empul Tampak siring kami menemukan 28 partikel mikroplastik dalam 100 liter air, meskipun jumlah ini relatif kecil jika dibanding temuan-temuan kami di sungai-sungai lain di Indonesia tetapi temuan ini bisa menjadi warning bahwa mikroplastik telah mencemari sumber-sumber air kita,” beber Prigi Arisandi, Koordinator Tim Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara, Minggu (15/1/2023) dalam pers rilisnya.
“Rata-rata ditemukan 170 partikel mikroplastik dalam 100 air liter air sungai di 4 lokasi penelitian,” ungkap Prigi menegaskan.
Dia menerangkan, dari tabel diatas menunjukkan bahwa semua lokasi penelitian telah terkontaminasi mikroplastik.
Selanjutnya dipaparkan Prigi, grafik diatas menunjukkan bahwa Tukad Badung yang lokasinya berada di Tengah kota Denpasar memiliki tingkat kontaminasi yang cukup tinggi karena padat penduduk dengan kegiatan masyarakat yang masih membuang limbah cair tanpa diolah.
“Kontaminasi tertinggi kedua ada di Sungai Ayung yang melintasi Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar, aktivitas hotel, villa dan pertanian menjadi penyumbang kontaminasi Mikroplastik di Sungai Ayung,” ulas Prigi.
Peran Komunitas Pemelihara Sungai
Menurut Prigi, peradaban sebuah kota bisa dilihat dengan penaatan dan pengelolaan sungai. Jika dibandingkan dengan sungai-sungai lain di Indonesia, sungai di Bali relatif lebih bersih karena tidak banyak dijumpai sampah plastik yang mengambang di sungai.
“Dari pantauan kami di Sungai Ayung dan Tukad Badung, kami tidak banyak menemukan sampah plastik yang mengapung di sungai, kondisi ini berbeda dengan sungai-sungai lain di kota-kota besar di Indonesia yang masih dijumpai sampah mengapung di Sungai,” tutur Prigi Arisandi.
Gede Robi, aktivis lingkungan yang juga vokalis Navicula dan aktor Pulau Plastik menambahkan, kondisi ini tidak lepas dari peran komunitas di Bali yang aktif menjaga dan aktif mengkampanyekan upaya perlindungan sungai agar bebas dari sampah.
“Keadaan sungai di Gianyar dan Denpasar relatif bersih karena semua komponen masyarakat turut menjaga sungai, diawali dengan Grassroot komunitas-komunitas di Bali yang aktif menyuarakan dan melakukan aksi bersih-bersih sungai, dukungan Media sehingga menjadikan isu lingkungan menjadi isu yang popular maka pemerintah Jeli dan menjemput bola mendukung isu lingkungan,” ungkap Gede Robi
Lebih lanjut ia menjelaskan peran dunia usaha juga ikut terlibat dalam penataan sungai di Bali. Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen menjaga kelestarian sungai di Bali hingga lahir Perda larangan penggunaan plastik sekali pakai dan pengelolaan sampah sehingga tidak mencemari sungai
“Kebersihan sungai sesuatu yang wajar dan orang harus peduli, bagaimana mungkin di era informatif dan segudang referensi tentang pentingnya lingkungan hidup dan salah satunya menjaga alam, namun masih banyak orang yang belum menganggap kebersihan lingkungan dan sungai adalah lumrah, justru harus dipertanyakan jika orang masih tidak peduli pada kebersihan sungai,” pungkas Robi.
Limbah Domestik
Dalam pers rilisnya, Prigi Arisandi menerangkan tentang mikroplastik.
“Mikroplastik adalah serpihan atau remahan plastik dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm yang berasal dari pecahan plastik ukuran besar seperti tas kresek, plastik bening, sampah pakaian, botol plastik, Styrofoam dan sachet yang terfragmen karena arus air dan paparan matahari,” Prigi Arisandi,
Lebih lanjut peneliti ESN ini menjelaskan bahwa mikroplastik ini memiliki efek kesehatan manusia, karena mikroplastik dalam air akan menyerap logam berat, polutan di air seperti khlorin atau pemutih dan phospat bahan detergen.
“Mikroplastik akan menyerap polutan dan apabila tertelan oleh ikan maka polutan ini akan merusak system reproduksi dan pertumbuhan ikan, jika mengkontaminasi daging ikan maka efeknya akan berlanjut pada metabolisme manusia yang mengkonsumsi ikan tercemar mikroplastik,karena selain menyerap polutan mikroplastik terbentuk dari polimer-polimer yang tersusun atas bahan-bahan pengganggu hormon,” beber Prigi Arisandi.
Prigi menerangkan, dari Grafik diatas menunjukkan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis Fiber.
Berikut penjelasan Prosentase empat jenis mikroplastik yang ditemukan dan sumbernya :
- Fiber 64,8 %, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam;
- Filamen 8 %, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik Single layer SL dan jaring nelayan);
- Fragmen 3 %, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis (kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun ).
Uji mikroplastik rapid test menggunakan mikroskop stereo yang disambungkan dengan monitor, diungkapkan Prigi, sehingga dengan pembesaran 100-400 kali bisa dideteksi secara fisik mikroplastik didalam air.
“Sampel air yang diambil dan disaring dengan plankton net mesh 350 atau didalam 1 inch terdapat 350 benang penyaring, kemudian dipindahkan dalam cawan petri dan diamati dibawah mikroskop stereo dengan pembesaran 100-400, secara fisik mikroplastik fiber Nampak seperti benang-benang dibawah 1 mm berwarna biru, merah sedangkan filament adalah lembaran-lembaran plastik warna biru, bening dan untuk fragmen umumnya berwarna biru, coklat dan kuning, fisiknya solid dan sulit untuk di pisahkan atau tidak putus,” ungkap Peneliti Senior Ecoton, Amiruddin Muttaqin saat turut melakukan deteksi sungai bersama Tim ESN.
Bersama Peneliti Ecoton, Tim ESN juga melakukan uji kualitas air dengan 20 parameter dan yang telah melebihi baku mutu PP 22/2021 adalah parameter Phospat (0,3 ppm) dan Khlorin (0,03 ppm).
“Temauan ESN kadar Phospat di Ayung 0,7 ppm sedangkan di Tukad Badung 1,1 ppm, sedangkan khlorin di Ayung 0,25 ppm sedangkan di Tukad Badung 0,26,” urainya.
Lebih jauh Prigi menjelaskan bahwa phospat berasal dari limba domestik detergen atau sabun sedangkan khlorin adalah bahan pemutih (pembersih lantai, pembunuh kuman) dan bahan pestisida dalam pertanian.
Kontaminasi mikroplastik, kata Prigi disebabkan oleh beberapa faktor.
- Limbah cair yang dibuang langsung ke sungai, sehingga fiber fragmentasi dari tekstil terbuang ke sungai
- Secara tidak langsung mikroplastik yang terbang diudara
- Masih ditemukan sampah-sampah sachet di badan air sehingga masih dibutuhkan upaya monitoring/patroli sungai dan penyediaan tempat sampah difasilitas umum
“Uji kadar mikroplastik di Tukad Badung Denpasar, Tukad Ayung Ubud. Uji Phospat dan Khlorin di kedua sungai diketahui melebihi baku mutu PP 22/2021. Phospat dan khlorin berasal dari limbah domestik rumah tangga yang tidak diolah dibuang langsung ke sungai, jenis mikroplastik yang mendominasi adalah fiber atau benang polyester yang bersumber dari sisa cucian pakaian” ungkap Amiruddin Muttaqin diperkuat Prigi Arisandi. (Bas/Nuh)