
Peranan Santri dalam Janji Sumpah Pemuda
Oleh: Imam S.A.R – Pemerhati Pendidikan
Santri bukan sekadar label bagi seseorang yang menempuh pendidikan agama. Lebih dari itu, predikat santri harus melekat pada kepribadian yang tawadhu’ terhadap orang tua, guru, ilmu, dan adab. Dalam kehidupan bermasyarakat, kehadiran santri sangat dibutuhkan sebagai bagian penting dari peradaban, yakni membentuk generasi muda yang kuat dalam iman dan takwa (IMTAQ) serta cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Gerakan santri dalam masyarakat bagaikan proses metamorfosis. Mereka menempuh jalan panjang penuh kesabaran dan istikamah dalam menuntut ilmu, hingga akhirnya “menjadi kupu-kupu” yang indah, yakni memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Sejatinya, santri tidak hanya mereka yang mondok di pesantren, tetapi setiap jiwa yang mencintai ilmu, taat kepada guru, dan berjuang di jalan kebaikan.
Lalu, mengapa diperingati Hari Santri, bukan Hari Kiai? Padahal yang menggerakkan perjuangan melawan penjajah dahulu adalah para kiai. Berbeda dengan dunia pendidikan yang memiliki Hari Guru, bukan Hari Murid.
Jawabannya sederhana: karena para kiai pada dasarnya juga berasal dari kalangan santri. Mereka pernah menempuh perjalanan panjang dalam menuntut ilmu sebelum menjadi pemimpin dan penggerak umat. Maka, ketika Resolusi Jihad dikumandangkan pada 22 Oktober 1945, peran santri menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan bangsa.
Dengan kekuatan doa dan keyakinan kepada Allah SWT, para kiai menggerakkan para santri untuk terus berjihad mempertahankan Indonesia dari penjajah dan pihak-pihak yang menzalimi negeri ini. Semangat Revolusi Jihad inilah yang menjadi dasar penetapan Hari Santri Nasional.
Kini, dengan semangat yang sama, mari kita rawat negeri ini agar menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, yakni negeri yang damai, berilmu, berakhlak, dan beradab. Peranan santri sangat penting sebagai tonggak penerus bangsa. Jadilah pemuda-pemudi yang kuat, tangguh, dan cinta tanah air dengan bekal ilmu kesantrian. Hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman).
Ingatlah sosok Sugondo Djojopuspito, seorang santri yang sempat menimba ilmu di tempat H.O.S. Cokroaminoto di Surabaya dan Ki Hajar Dewantara di Yogyakarta. Ia kemudian menjadi tokoh penting dalam Kongres Pemuda Indonesia Kedua, yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dengan bekal keilmuan dan nilai kesantrian, Sugondo mampu menggerakkan para pemuda Indonesia untuk bersatu dalam semangat kebangsaan dan persatuan.
Di era modern seperti sekarang, santri dituntut untuk terus bangkit dan berperan aktif dalam membangun negeri. Santri harus mengedepankan kekuatan iman dan kecerdasan dalam sosial, politik, dan kehidupan bernegara. Sebagaimana ikrar santri:
“Sebagai santri Negara Kesatuan Republik Indonesia, berpegang teguh pada aqidah, ajaran, nilai, dan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah.”
Santri sejati tidak boleh membelot dari ajaran guru atau kiai, apalagi mempermalukan diri demi ambisi duniawi. Jagalah marwah kesantrian agar tidak ternodai oleh keserakahan dan ketamakan. Kekalahan santri bukan karena peluru musuh, tetapi karena kehilangan akhlak dan keikhlasan dalam berjuang.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Kahfi ayat 10:
“(Ingatlah) ketika para pemuda itu pergi ke gua, lalu mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini.’”
Ayat ini mengisahkan para pemuda beriman (Ashabul Kahfi) yang berlindung di gua untuk menyelamatkan iman mereka dari penguasa zalim. Doa mereka menjadi simbol perjuangan pemuda yang teguh dalam keimanan dan ketakwaan.
Selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025, “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia.”
Sebagaimana lirik Mars Hari Santri yang berbunyi:
“22 Oktober ‘45, Resolusi Jihad panggilan jiwa, santri dan ulama tetap setia, berkorban pertahankan Indonesia. Kini kita merdeka, mari teruskan perjuangan ulama, berperan aktif dengan dasar Pancasila. Nusantara tanggung jawab kita.”
Lirik ini bukan sekadar nyanyian, tetapi pengingat bahwa santri memiliki tanggung jawab besar untuk terus menjaga keutuhan dan kemajuan negeri Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. (*)