JAVASATU.COM- Gerakan Sound of Borobudur meluncurkan program edukasi Sound of Borobudur for Kids, yang mengenalkan warisan musik dunia dari relief Candi Borobudur kepada anak-anak. Program ini resmi diperkenalkan pada Kamis (18/12/2025) melalui video edukasi perdana di kanal YouTube Sound of Borobudur.

Program ini dirancang khusus untuk anak-anak dengan pendekatan visual ramah, narasi imajinatif, serta pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence (AI). Anak-anak diajak memahami bahwa relief Candi Borobudur tidak hanya menyimpan kisah spiritual, tetapi juga jejak peradaban musik kuno Nusantara.
Inisiator Sound of Borobudur, Trie Utami, menyebut Borobudur sebagai situs penting dalam sejarah musik dunia. Berdasarkan riset timnya, terdapat lebih dari 200 relief alat musik yang terpahat di dinding candi, menjadikannya sebagai dokumentasi visual alat musik terbanyak di dunia.
“Borobudur bukan monumen yang bisu. Relief-relief itu menyimpan memori bunyi dan menunjukkan bahwa leluhur kita memiliki peradaban musikal yang sangat maju,” kata Trie Utami.
Menariknya, sebagian besar alat musik yang tergambar pada relief berusia sekitar 1.300 tahun tersebut masih dapat ditemukan dan dimainkan hingga kini, baik di berbagai daerah di Indonesia maupun di lebih dari 40 negara di dunia dengan tingkat kemiripan yang tinggi.
Gerakan Sound of Borobudur sendiri lahir pada 2016 dan diprakarsai oleh Trie Utami bersama Rully Fabrian, Dr. Redy Eko Prastyo, Bachtiar Djanan, serta almarhum KRMT Indro Kimpling Suseno. Gerakan ini berada di bawah naungan Yayasan Padma Sada Svargantara.
Riset awal dilakukan dengan merekonstruksi alat musik dawai yang tergambar pada relief Karmawibhangga menjadi instrumen nyata. Alat-alat musik tersebut kemudian dimainkan oleh sejumlah musisi lintas generasi, termasuk gitaris Dewa Budjana, sebagai upaya menghubungkan musik masa lalu dengan ekspresi kontemporer.

Dosen Universitas Brawijaya, Dr. Redy Eko Prastyo, mengatakan pendekatan teknologi AI dalam Sound of Borobudur for Kids dipilih agar warisan budaya dapat diterima generasi digital tanpa kehilangan makna.
“Anak-anak hidup di era teknologi. Warisan budaya harus disampaikan dengan bahasa zamannya,” ujarnya.
Selain program video edukasi, Sound of Borobudur juga menyiapkan peluncuran buku Sound of Borobudur yang disusun bersama Universitas Brawijaya dan akan diterbitkan oleh Intrans Publishing. Buku tersebut dirancang sebagai rujukan akademik sekaligus bacaan populer.
Melalui Sound of Borobudur for Kids, Candi Borobudur diharapkan tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata dan situs sejarah, tetapi juga sebagai pusat edukasi musik dunia yang relevan bagi generasi masa depan. (nuh)