JAVASATU.COM- Praktisi hukum asal Blitar, sekaligus Ketua Forum Masyarakat Peduli Blitar (FMPB), Haryono, SH, MH, angkat bicara terkait gelombang kerusuhan yang melanda sejumlah daerah di Indonesia.

Ia menegaskan, negara tidak boleh menutup-nutupi informasi soal dalang di balik tragedi yang mengakibatkan pembakaran gedung pemerintah, penjarahan rumah pejabat, hingga jatuhnya korban jiwa.
Menurut Haryono, publik berhak tahu siapa aktor yang menggerakkan massa hingga aksi berubah menjadi anarkis.
Ia mendesak Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, dan TNI membuka data secara transparan, bukan sekadar melempar wacana adanya “penyusup” atau “provokator”.
“Jangan ada kebohongan publik. Negara ini butuh kejujuran dan keberanian untuk membuka siapa otak di balik tragedi ini. Rakyat sudah cukup menderita, jangan ditambah dengan informasi yang ditutup-tutupi,” kata Haryono, Selasa (2/9/2025).
Kritik Wacana Dalang Tanpa Bukti
Sejauh ini, Polri menyebut ada aktor yang menyusup ke aksi damai hingga memicu kericuhan.
Beberapa tokoh intelijen dan politik bahkan menyinggung kemungkinan keterlibatan pihak asing. Namun, hingga kini belum ada nama atau kelompok resmi yang diumumkan.
“Kalau benar ada dalang, buka datanya. Jangan hanya wacana. Masyarakat butuh kepastian, bukan rumor,” tegas Haryono.
Dorongan Bentuk Tim Investigasi
Untuk menjawab keresahan publik, Haryono meminta BIN, Polri, dan TNI membentuk tim investigasi terpadu dengan pengawasan independen. Menurutnya, langkah itu penting agar kerusuhan tidak semakin dipolitisasi.
“Rakyat sudah kehilangan nyawa, kehilangan harta benda. Negara jangan hanya menyalahkan massa, tapi harus berani menelusuri siapa yang memberi perintah, siapa yang menyiapkan logistik, siapa yang mendapat keuntungan dari semua ini,” ujarnya.
Publik Menunggu Transparansi
Haryono mengingatkan, kegagalan negara mengungkap dalang kerusuhan akan merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.
“Kalau transparansi gagal dilakukan, yang dikorbankan bukan hanya rakyat, tetapi juga legitimasi pemerintah,” pungkasnya. (hen/arf)