JAVASATU.COM- Festival Muria Raya (FMR) 2025 kembali digelar dengan meriah di Dukuh Duplak, Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara pada 16-17 Agustus 2025.

Mengusung tema “Wiwiting Werna Katresnan” atau Permulaan dari Warna Cinta, FMR#5 menghadirkan kolaborasi budaya, seni dan tradisi yang menyatu dengan alam pegunungan Muria.
Acara yang diikuti seniman, budayawan hingga pegiat dari berbagai daerah dan mancanegara ini menjadi ruang pertemuan dan dialog lintas generasi.
Tak hanya menonton, peserta terlibat langsung dalam pertunjukan, diskusi hingga ritual budaya yang menegaskan hubungan manusia dengan alam.
Ketua Panitia FMR#5, Brian Trinanda K. Adi, menyebut festival ini sebagai simbol keselarasan antara manusia, komunitas dan alam.
“Tidak ada yang kebetulan, orang-orang yang hadir punya vibrasi yang sama. FMR menjadi ruang sakral yang menguatkan ikatan komunitas,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).
Festival juga menghadirkan “Temu Cakap Desa” yang membahas makna gunung sebagai pusat spiritualitas, dipandu penulis Mang Pepep DW serta peneliti budaya Dr. Barbara Titus.
Sementara seniman Rani Jambak tampil dengan pertunjukan Future Ancestor yang mengajak anak muda memahami warisan leluhur dan memaknai peran mereka sebagai “leluhur masa depan”.
Puncak acara diramaikan dengan pertunjukan musik batu karya Dr. Memet Chairul Slamet bertajuk “Menata Bunyi Meniti Gerak Bebatuan Muria”. Penampilan ini lahir dari residensi seniman yang mengeksplorasi bunyi bebatuan gunung berusia ribuan tahun.
Selain pertunjukan seni, festival juga menghadirkan prosesi budaya Prasastu dan Sabda Paseduluran sebagai simbol persaudaraan lintas desa dan kabupaten di lereng Gunung Muria.
UMKM lokal turut ambil bagian lewat pameran kopi, madu, kuliner hingga karya seni, menjadikan festival sebagai penggerak ekonomi kreatif desa.
“FMR bukan sekadar festival, tapi laku budaya yang membangun peradaban dari desa. Semangat ini diharapkan menjadi inspirasi bagi gerakan kebudayaan di seluruh Indonesia,” tegas Brian. (arf)