JAVASATU.COM- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) MPR mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk segera menarik buku-buku sejarah yang mengacu pada Ketetapan Nomor II/MPR/2001 terkait Laporan Pertanggungjawaban Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Langkah ini dinilai penting untuk meluruskan sejarah pelengseran Gus Dur serta memulihkan nama baiknya. Hal ini menyusul keputusan MPR yang menegaskan bahwa TAP II/MPR/2001 sudah tidak berlaku lagi, karena telah digantikan oleh TAP I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR dari tahun 1960 hingga 2002.
“Kami meminta Kemendikbud menarik buku-buku pelajaran sejarah yang masih mengacu pada TAP II/MPR/2001. Hal ini penting agar anak-anak kita tidak lagi menganggap TAP tersebut masih berlaku,” ujar Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid, usai penyerahan surat penegasan tidak berlakunya TAP II/MPR/2001 oleh Pimpinan MPR kepada keluarga Gus Dur di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Minggu (29/9/2024).
PKB, lanjut Gus Jazil, juga akan terus berupaya memulihkan nama baik Gus Dur melalui jalur hukum yang berlaku, termasuk mendorong pemerintah untuk segera memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur.
“Kami berharap pemerintah segera menindaklanjuti penghapusan TAP II/MPR/2001 sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional, dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk Gus Dur, baik oleh pemerintah saat ini maupun yang akan datang,” tegasnya.
Gus Jazil juga menekankan pentingnya penjelasan dari negara mengenai peristiwa pelengseran Gus Dur.
“Negara harus memberi penjelasan bahwa Gus Dur tidak bersalah. Bangsa ini tidak boleh meninggalkan jejak sejarah yang tidak diklarifikasi dengan benar,” katanya.
Penyerahan surat penegasan ini diterima langsung oleh istri mendiang Gus Dur, Nyai Hj Sinta Nuriyah Wahid, beserta putri-putri Gus Dur: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh, Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Hadir juga sejumlah tokoh dan kolega Gus Dur, seperti Alwi Shihab, AS Hikam, Dahlan Iskan, dan Rocky Gerung.
Surat ini merupakan langkah penting dalam upaya mengoreksi sejarah pelengseran Gus Dur, sekaligus memberikan penghormatan kepada salah satu tokoh besar dalam sejarah perpolitikan Indonesia. (Sir/Nuh)