JAVASATU.COM- Penyair dan novelis Halimah Munawir menegaskan bahwa sastra Indonesia tetap hidup dan berkembang, meski zaman terus berubah. Menurutnya, karya sastra memiliki dunia sendiri yang tidak akan pernah mati.

Pernyataan itu disampaikan Halimah dalam wawancara khusus di Jakarta, Rabu (1/10/2025). Ia mencontohkan, puisi masih diminati lintas generasi, mulai dari pejabat hingga generasi muda (Gen Z).
“Coba lihat akun TikTok milik penyair Rini Intama, banyak pengikutnya dari Gen Z yang interaktif. Itu bukti puisi tetap relevan,” kata Halimah.
Meski begitu, ia mengakui hanya segelintir pejabat yang masih meluangkan waktu membaca puisi.
“Bisa dihitung dengan jari. Karena itu, tugas penyair adalah terus melobi dan mengajak mereka untuk membaca karya sastra,” tambahnya.
Puisi Sebagai Kritik Sosial
Halimah juga menilai puisi masih menjadi medium kritik sosial atas persoalan politik, ekonomi, dan sosial. “Ini PR bagi para penyair untuk terus menyuarakan kritik lewat karya sastra,” tegasnya.
Ia mendorong pembacaan puisi tidak hanya di ruang tertutup, melainkan di ruang publik, kafe, sekolah, hingga komunitas agar lebih dekat dengan masyarakat.
“Membaca puisi di ruang terbuka bisa langsung dinikmati publik. Ini cara memasyarakatkan sastra,” ujarnya.
Perlu Pemetaan Angkatan Sastra Baru
Terkait wacana kelanjutan “angkatan sastra” pasca era 1970-an, Halimah mendukung pemetaan ulang oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
“Kita para penyair juga pelaku sejarah. Saya setuju kalau DKJ memetakan kembali angkatan sastra,” katanya.
Ia menambahkan, proses kreatif sangat penting dalam menulis. “Tanpa proses kreatif, karya seperti sayur tanpa garam. Bergabung dengan komunitas sastra bisa jadi cara memperkaya imajinasi,” jelasnya.
Rekam Jejak Karya Halimah Munawir
Halimah memulai kiprahnya pada 1988 dengan buku Sukses Story Nilasari. Ia kemudian menulis novel The Sinden (2011), Kidung Volendam, Sucinya Cinta Sungai Gangga, Sahabat Langit, hingga PADMI (2023, Balai Pustaka) dan Kalingga: Pada Padang Lavender (2024, Balai Pustaka).
Karya puisinya juga terangkum dalam antologi tunggal AKAR (2020), Bayang Firdaus (2021), dan Titik Nadir (2025). Selain itu, ia aktif menulis di berbagai media sastra online.
Selain berkiprah di dunia sastra, Halimah merupakan pendiri Rumah Budaya HMA, Ketua Komunitas Obor Sastra, sekaligus pengusaha yang menjabat Komisaris PT Dian Rimalma Pratama dan Direktur Utama PT Akasia Wanaja Mulya. (las/saf)