JAVASATU.COM- Gejolak soal royalti musik yang tengah ramai diperbincangkan justru dinilai sebagai momentum emas bagi musisi asal Malang untuk membangun ekosistem musik sendiri. Hal itu disampaikan musisi senior sekaligus pencipta lagu asal Malang, Mameck HR, pada Selasa (19/8/2025).

Menurutnya, Malang sejak lama dikenal sebagai barometer musik Indonesia. Dengan adanya polemik royalti, musisi Malang memiliki peluang untuk membuktikan diri lewat karya asli yang bisa diputar di hotel, kafe, restoran hingga berbagai usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Bumi Arema.
“Malang sejak dulu barometer musik, kini saatnya buktikan lewat karya sendiri. Royalti jangan hanya dilihat sebagai beban, tapi momentum untuk menghidupkan karya musisi lokal,” ujar pencipta lagu Maryam Arek Cukam ini.
Mameck menegaskan, langkah praktis yang bisa dilakukan adalah membentuk wadah kolektif seperti lembaga musisi lokal. Wadah ini nantinya menyusun daftar lagu-lagu ciptaan musisi Malang yang sesuai kebutuhan industri hiburan, kuliner dan pariwisata.
Ia menilai, jika kota-kota lain bisa melahirkan ikon musik nasional seperti Didi Kempot atau Denny Caknan, maka Malang pun seharusnya bisa melahirkan musisi dengan karya yang didukung penuh oleh pengusaha dan masyarakat setempat.
“Kalau Indonesia bisa mencintai Didi Kempot dan Denny Caknan, kenapa Malang tidak bisa? Mulailah dari Malang, dibeli dan diputar oleh masyarakat serta pengusaha lokal. Itu luar biasa,” tegasnya.
Selain musisi, Mameck menilai keterlibatan pemerintah, pelaku digital kreatif, ahli hukum hingga Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sangat penting untuk memperkuat regulasi dan legal standing. Ia juga mengingatkan perlunya sosialisasi royalti yang jelas agar tidak memberatkan pelaku usaha baru.
Dengan momentum ini, Mameck berharap Malang tidak hanya kembali mengukuhkan diri sebagai barometer musik, tetapi juga menjadi percontohan nasional dalam membangun ekosistem musik berbasis kearifan lokal. (saf)