JAVASATU.COM- Seniman suara asal Indonesia, Rani Jambak, tampil dalam tur musik di enam kota di Kanada sepanjang September 2025.

Membawa karya berjudul Kincia Aia: A Living Heritage, seniman berdarah Minangkabau itu menyuarakan isu ekologi sekaligus memperkenalkan warisan budaya Nusantara ke panggung internasional.
Rani, komposer sekaligus aktivis lingkungan, memodifikasi kincir air tradisional Minangkabau menjadi instrumen musik elektronik interaktif.
Instrumen ini ia jadikan simbol keterhubungan manusia dengan alam sekaligus kritik terhadap krisis iklim.
“Air adalah kunci bagi Minangkabau; ia pengarsip memori. Tapi sekarang, sungai kita kering dan penuh mikroplastik. Kincia Aia ini adalah suara peringatan,” kata Rani dalam salah satu sesi diskusi di Kanada. Dikirimkan keterangan tertulis pada Sabtu (4/10/2025).
Tur Rani dimulai dari Guelph Jazz Festival, Toronto, hingga Pop Montreal dan Strangewave Fest Hamilton. Ia juga tampil sebagai dosen tamu di OCAD University Toronto, berbagi gagasan tentang ekologi dan warisan suara Nusantara.
Kehadirannya mendapat apresiasi dari seniman internasional.
“Seni adalah alat melawan amnesia sejarah dan ekologis. Suara seperti Rani penting untuk didengar,” ujar akademisi dan seniman video Esery Mondesir.
Selain tur, Rani juga melanjutkan studi doktoral di Universitas Gadjah Mada dengan fokus pada Sound Heritage Studies. Karyanya kerap memadukan riset akademis, aktivisme, dan performa seni.
Usai tampil di Kanada, Rani kembali ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam Biennale Jogja 18: Kawruh Lelaku, yang berlangsung 5 Oktober–20 November 2025. Di ajang ini, instalasi interaktif Kincia Aia akan dipamerkan di The Ratan, Desa Panggungharjo, Bantul.
Lebih dari sekadar konser, karya Rani Jambak menjadi jembatan budaya yang menghubungkan tradisi Minangkabau dengan percakapan global tentang ekologi dan masa depan bumi. (saf)