JAVASATU.COM-BATU- Asosiasi Petinggi dan Lurah (Apel) Kota Batu mempersoalkan kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang tidak wajar hingga 500 persen pada tahun 2024. Kenaikan ini telah menimbulkan protes yang kuat dari wajib pajak (WP) di kota tersebut.
Salah satu kepala desa, Andi Faisal Hasan dari Desa Junrejo, merasa prihatin dengan lonjakan drastis dalam nilai PBB yang diterimanya. Sebagai contoh, jumlah PBB yang sebelumnya Rp 100 ribu pada tahun 2023, melonjak menjadi Rp 300 ribu tanpa alasan yang jelas.
“Andaikan kenaikan ini dibarengi dengan sosialisasi kepada warga, tidak akan banyak protes yang terjadi. Namun, sayangnya, desa dan kelurahan di Kota Batu yang merupakan anggota Apel seolah diabaikan,” ujar Andi Faisal, Selasa (28/05/2024).
Andi Faisal juga menyoroti variasi besarnya kenaikan PBB yang tidak konsisten. Ada yang naik 200 persen, 300 persen, bahkan mencapai 500 persen hingga 700 persen. Hal ini tentu memberikan beban yang sangat berat bagi masyarakat setempat.
Menghadapi kondisi ini, Apel Kota Batu berencana untuk mengirimkan surat protes kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Sekretaris Daerah (Sekda), dan (Pj) Wali kota Batu. Mereka menegaskan bahwa kenaikan yang terjadi dianggap tidak wajar dan sangat memberatkan.
“Diperlukan keterbukaan dan dialog yang lebih baik antara pemerintah daerah dan masyarakat terkait kebijakan ini. Kita berharap agar keputusan terkait PBB dapat diberlakukan secara adil dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan,” tambahnya.
Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui kenaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kata dia kurang tepat .
Menurutnya, seharusnya upaya untuk meningkatkan PAD harus diarahkan pada hal-hal lain, bukan hanya dengan menaikkan PBB.
“Kalau yang dinaikan pajak mendasar yaitu PBB, jelas akan memberatkan masyarakat banyak, masyarakat yang akan kena imbasnya,” ungkapnya.
Andi Faisal juga menyoroti kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah terkait kebijakan ini.
“Terus terang saya terkejut, atas sikap pemerintah daerah yang kami nilai terlalu gegabah dalam mengambil keputusan tanpa melibatkan publik dalam prosesnya,” kata dia.
Menurut dia, kenaikan PBB sebagai upaya untuk menaikkan PAD memang dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
“Karena dampak dari kenaikan tersebut akan langsung dirasakan oleh masyarakat luas, baik itu orang kaya atau miskin, yang memiliki tanah atau wajib pajak , pasti kena dampaknya,mereka merasa beban pajak yang semakin berat,” jelasnya.
Lanjutnya, di ssi lain, pemerintah perlu menjelaskan secara detail mengenai alasan di balik kenaikan PBB dan bagaimana keputusan ini akan berdampak pada perekonomian daerah serta manfaatnya bagi masyarakat.
“Namun, dalam merumuskan kebijakan terkait hal ini, pemerintah juga perlu mempertimbangkan kesejahteraan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat secara luas,” jelasnya. (Yon/Saf)