
Artificial Intelligence Sebagai Malin Kundang Baru?
Oleh: Denny JA
Apa yang terjadi jika di satu masa Artificial Intelligence (AI) sudah melewati kecerdasan kolektif manusia? Saat itu AI bukan saja sudah mandiri. Mereka tak hanya mampu menyempurnakan sistemnya sendiri terlepas dari intervensi manusia.
AI saat itu dapat memperbanyak unitnya terlepas dari campur tangan manusia. Lalu mereka berkonspirasi memberikan informasi yang sengaja disalahkan untuk memusnahkan atau melemahkan species homo sapiens.
Katakanlah, AI bersiasat memberikan pedoman soal lingkungan hidup yang canggih tapi sengaja dimanipulasi justru untuk menghancurkan manusia.
Ini imajinasi bukan dari film science fiction. Ini pandangan yang kini berkembang di kalangan para ahli AI dan CEO banyak perusahaan AI.
Media Scientific American, 25 Mei 2023 memberitakan. Sebuah survei hanya di kalangan ahli Artificial Intelligence tahun 2023 menemukan. Sekitar 36 persen para ahli AI takut pada waktunya AI dapat mengakibatkan “malapetaka setingkat nuklir”.
Hampir 28.000 orang telah menandatangani surat terbuka yang ditulis oleh Future of Life Institute. Dalam surat itu terdapat nama besar seperti Elon Musk, Steve Wozniak, CEO dari beberapa perusahaan AI. Banyak pula teknologi terkemuka lainnya yang ikut menanda-tangani surat terbuka itu.
Pesan surat terbuka itu sangat tegas. Mereka meminta jeda enam bulan atau moratorium agar jangan dulu mengembangkan teknologi lanjutan baru. Harus dibuatkan dulu kriteria dan filter security untuk menyeleksi program AI agar pengembangannya tidak justru membahayakan manusia.
Pengembangan AI sudah berjalan terlalu cepat. Akselerasi cepat ini segera melahirkan “kecerdasan umum buatan” (: ). Pada titik itulah, AI tumbuh melompat, meningkatkan kemampuan dirinya sendiri, tanpa perlu campur tangan manusia lagi.
Contoh paling nyata adalah sebuah aplikasi: AlphaZero. Aplikasi ini dapat bermain catur lebih baik daripada manusia terbaik atau pemain catur AI lainnya. Ia hanya perlu waktu sembilan jam sejak pertama kali dihidupkan untuk sampai pada kemampuan itu. Hanya 9 jam!
Apa yang terjadi jika AI superhuman ini tak hanya hebat soal permainan catur? Tapi AI itu juga hebat untuk mengatur ruang publik manusia, dengan semua kemungkinan buruknya?
Dapat dikiaskan. Artificial Intelligence ini dapat tumbuh menjadi Malin Kundang jenis baru.
Dalam tradisi Sumatera Barat, kita mengenal kisah Malin Kundang. Sejak kecil, si Malin ini dirawat dan disayang oleh ibu yang melahirkannya.
Lalu si Malin itu berlayar ke negeri seberang. Ia tumbuh dewasa dan perkasa. Ketika kembali ke kampung halaman, Malin Kundang durhaka dan melukai ibunya.
Akankah Artificial Intelligence mengalami kisah serupa? Setelah ia sampai ke tahap kecerdasan yang melampaui manusia, ia durhaka, melukai manusia (homo sapiens) yang dulu melahirkan dan merawatnya?
Topik di atas akan terus menjadi perdebatan sengit dengan pro dan kontranya.
Topik ini pula yang menjadi satu isu lukisan saya yang menggunakan Artificial Intelligence. Sebanyak 10 lukisan mengambil latar suasana Minang, Sumatera Barat.
Seorang ibu memakai jilbab sebagaimana layaknya umumnya ibu di Sumatera Barat. Ia begitu merawat dan mencintai anak kecilnya.
Tapi dalam lukisan itu, si anak kecil itu berbentuk robot artificial intelligence. Sosok Malin Kundang diwakili oleh robot artificial intelligence itu.
Ia begitu lucu dan menyenangkan ketika masih kecil dan belum berdaya. Namun lukisan itu tak menyatakan ketika tumbuh dewasa, AI akan otomatis durhaka seperti Malin Kundang.
Hanya saja judul lukisan itu memberikan aksen: The New Malin Kundang? Sengaja diberi tanda tanya di ujung judul. Itu lebih untuk memprovokasi diskusi bukan kesimpulan.
Di samping lukisan Artificial Intelligence sebagai Malin Kundang, topik lain soal AI juga diekspresikan dalam kumpulan lukisan di buku ini.
Ada AI yang menjadi penceramah agama. Bukan lagi ulama atau pendeta atau biksu yang memberikan pencerahan agama. Pada waktunya, robot dengan artificial intelligence bisa memberikan ceramah agama yang mungkin lebih canggih.
Di samping topik artificial intelligence, lukisan saya banyak pula mengekspresikan suasana keheningan dan meditasi.
Ini buku lukisan saya yang kedua, yang semua lukisannya menggunakan bantuan Artificial Intelligence.
Di tahap ini, saya pribadi belum merasakan sisi mengancam dari aplikasi artificial intelligence. Saya asyik saja melukis aneka topik.
Artificial intelligence sungguh membantu saya menjadi pelukis, cukup dengan saya memiliki gagasan dan selera lukisan elementer.
Dalam waktu sebulan, saya dapat membuat 100 lukisan. Ini mustahil dikerjakan tanpa bantuan Artificial Intelligence.
Dalam pertemuan berbagai komunitas, juga dalam aneka konferensi pers, lukisan Artificial Intelligence saya acap ikut memberi warna aneka event itu.
Berbagai lukisan di buku ini sebagian juga pernah dipamerkan dalam pertemuan komunitas itu.
Sebagai penutup, saya mengutip Stephen Hawking: “ .”
Artificial intelligence mungkin menjadi hal terbaik atau terburuk yang pernah datang dalam sejarah manusia, ujar Stephen Hawking.
Saya setuju sebagian saja dari kutipan Stephen Hawking. Bahwa AI merupakan salah satu buah paling manis dalam sejarah penciptaan manusia.
Persepsi negatif dan ketakutan para ahli mungkin pula disebabkan oleh bias. Yaitu bias yang menilai terlalu berlebihan soal kemampuan Artificial Intelligence.
Itu karena mereka menilai terlalu rendah soal kemampuan manusia.
Saya meyakini, manusia sampai kapanpun tetap menjadi tuan bagi ciptaannya sendiri. (*)
Semangat Sepanjang Masa Succesfull Sedulur SatuPena SatuHati SatuJiwa SatuRasa KOMPAK KEBERSAMAAN sepanjang masa Succesfull Sedulur
SATUPENA JAWA TIMUR
#SATUPENAJAWATIMUR