Duet Anies-Muhaimin (AMIN), Dwi Tunggal Pemimpin Kolaboratif dan Semangat Perubahan
Oleh: Dr Jazilul Fawaid, SQ., MA – Ketua IKAPTIQ, Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, Wakil Ketua MPR RI dan Waketum DPP PKB
Deklarasi pasangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN) pada 2 September 2023 lalu, mengejutkan semua pihak. Tidak banyak orang menyangka dua sosok ini akhirnya menjadi sepasang bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden (capres-cawapres) yang diusung Koalisi Perubahan, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai NasDem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Bahkan, sebagai ekspresi keterkejutan, sahabat saya, Prof Burhanuddin Muhtadi, pengamat politik senior yang juga Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia dan dosen Fisip UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, begitu mendengar Gus Imin merapat ke Koalisi Perubahan menjadi bacawapres pendamping Mas Anies, langsung menulis dalam akun Twitter-nya, @BurhanMuhtadi, “Ada tiga misteri Tuhan: jodoh, kematian, dan Muhaimin Iskandar.”
Ekspresi keterkejutan dari Prof Burhanuddin Muhtadi itu bukan satu-satunya. Saya pribadi sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Pemenangan Pemilu DPP PKB, saat itu juga menerima bertubi-tubi pertanyaan, baik dari sahabat-sahabat jurnalis maupun dari berbagai pihak lain yang ingin mengonfirmasi salah satu kejutan politik terbesar menjelang Pilpres 2024 ini.
Kekagetan itu tentu beralasan. Maklum, Mas Anies dan Gus Imin semula berada dalam gerbong koalisi berbeda. Mas Anies sudah diusung sebagai capres oleh tiga parpol yakni Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat dengan semangat perubahan. Sementara Gus Imin digadang-gadang bakal menjadi cawapres pendamping Pak Prabowo Subianto dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) yang akhirnya kandas, meskipun sudah lebih dari setahun ”berpacaran”.
Kini, duet AMIN telah menjadi pasangan bakal capres dan cawapres yang pertama kali mendeklarasikan diri untuk bertarung pada Pilpres 2024 mendatang. AMIN siap menyongsong masa depan baru dengan kekuatan rakyat, bukan kekuatan materi atau logistik. Berbagai langkah persiapan juga sudah dilakukan bersama tiga parpol pengusungnya. Tim Nasional Pemenangan AMIN juga sudah dibentuk dan saat ini dalam proses penyusunan final personel. Juga sudah dibentuk pula Badan Kerja (BAJA) AMIN sebagai pengganti Tim 8. Baik Mas Anies maupun Gus Imin juga langsung tancap gas menyapa masyarakat ke berbagai daerah.
Dan syukur alhamdulillah, antusias publik juga luar biasa menggembirakan. Mereka menyambut duet AMIN bak oase di padang pasir. Gambaran besarnya gelombang dukungan rakyat itu bisa dilihat saat acara Jalan Sehat Gembira di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (24/9/2023) pagi. Jutaan manusia turun ke jalan secara sukarela untuk memberikan dukungan kepada pasangan AMIN. Lautan manusia berdesak-desakan memenuhi jantung Kota Makassar. Mereka datang secara sukarela dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan. Bahkan, selama lebih dari 4 jam, massa tak kunjung beranjak dari lokasi acara.
Pasangan pemimpin baru yang diharapkan bisa memberikan harapan (hope) untuk kemajuan bangsa ke depan. Sementara capres lainnya seperti Pak Prabowo Subianto maupun Pak Ganjar Pranowo, hingga kini belum kunjung mengumumkan siapa calon wakil presiden yang hendak digandeng maju dalam Pilpres 2024. Bahkan, belakangan ramai kemungkinan hanya akan ada dua poros koalisi yakni Poros Perubahan dan Poros Non Perubahan atau Poros Rakyat dan Poros Kekuasaan.
Bagi AMIN, berapapun porosnya tidak menjadi soal. AMIN siap menghadapi hanya dua poros ataupun lebih. Secara pribadi, saya lebih tertarik tiga poros sehingga rakyat punya banyak pilihan. Toh secara kebutuhan parpol pengusungnya, baik koalisi Pak Prabowo maupun Pak Ganjar cukup syarat presidential threshold untuk berlayar.
Duet AMIN ini merupakan dwi tunggal dari kekuatan tokoh pemimpin muda yang masing-masing memiliki kekuatan dan track record kepemimpinan yang panjang. Dari sisi nasab, Mas Anies Baswedan merupakan cucu dari pahlawan nasional, H Abdurrahman (A.R) Baswedan yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Muda Penerangan pada Kabinet Sjahrir. Sedangkan Gus Imin merupakan cicit dari salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Bisri Syansuri. Dalam hal nasab ini, Pak Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN bahkan menyebut duet AMIN sebagai “Manunggaling Habib dan Walisongo”
Sementara dari sisi pengalaman, keduanya juga sudah teruji sebagai pemimpin yang sangat berhasil. Mas Anies Baswedan pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan berbagai prestasi yang cemerlang. Sejumlah karya besar ditorehkan Mas Anies selama memimpin Jakarta, antara lain yang menjadi masterpiece yakni pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) dengan seluruh tenaga pekerjanya adalah tenaga lokal. Juga Proyek Lintas Raya terpadu (LRT) Jakarta, ajang balap Formula E, proyek Kampung Susun Akuarium, flyover Tapal Kuda dan Cakung, serta integrasi sistem transportasi.
Pengalaman kepemimpinan Mas Anies Baswedan lainnya yakni pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, inisiator Gerakan Indonesia Mengajar, dan Rektor Universitas Paramadina Jakarta. Pada 2008 silam, Anies juga masuk dalam daftar 100 Tokoh Intelektual Dunia yang dirilis majalah Foreign Policy, bersanding dengan Yusuf Qardhawi, Al Gore, dan Muhammad Yunus. Berikutnya pada 2010, Anies juga pernah tercatat dalam daftar 20 tokoh yang membawa perubahan dunia dalam 20 tahun ke depan oleh Majalah Foresight terbitan Jepang, bersanding dengan Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin, Presiden Venezuela Hugo Chavez dan tokoh besar lainnya.
Sedangkan Gus Imin merupakan ketua umum partai politik terlama di Indonesia setelah Ibu Megawati Soekarnoputri. PKB yang pernah mengalami krisis internal, dengan tangan dinginnya, Gus Imin berhasil membawa PKB rebound, dan kini menjadi salah satu partai besar di Indonesia. Gus Imin juga pernah menduduki berbagai posisi strategis, seperti Ketua DPR RI termuda, usia 32 tahun yang hingga saat ini rekor tersebut belum terpecahkan. Pernah pula menjabat Wakil Ketua MPR RI, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Kabinet, dan kini kembali menjadi Wakil Ketua DPR RI.
Mas Anies dan Gus Imin juga sama-sama tokoh yang lahir dari pergolakan pemikiran. Mas Anies pernah menjadi Majelis Penyelamat Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta sementara Gus Imin merupakan aktivis ulung dan pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Bahkan, hingga saat ini Gus Imin masih menjadi ketua Mabinas PB PMII. Duet Mas Anies dan Gus Imin bisa juga disebut dengan Manunggaling HMI-PMII. Keduanya kenyang makan asam garam aktivisme. Pemimpin yang sama-masa lahir dari pergerakan dan pergolakan pemikiran. Pemimpin yang memang digembleng sebagai calon pemimpin besar dengan pergolakan gagasan, bukan pemimpin yang lahir dari gimmick recehan.
Dilihat dari sisi parpol pengusungnya, yakni PKB, Partai NasDem, dan PKS adalah sama-sama parpol papan tengah yang merupakan parpol produk Reformasi. Jadi, baik sosoknya maupun parpol pengusungnya, semua produk dari era Reformasi. Pasangan AMIN berhasil memecah kebekuan status quo dengan menghembuskan angin perubahan. Ini sejalan dengan hasil survei Kedai Kopi, dimana 61% rakyat Indonesia ternyata menghendaki adanya perubahan. Hal yang tidak kalah penting adalah duet AMIN telah mematahkan isu-isu politik identitas, polarisasi antara kelompok Islam kiri dan kanan, desa dan kota, modern dan tradisional.
Gus Imin mematahkan adanya anggapan sebagian kalangan yang menyebutkan bahwa PKB dan PKS ibarat air dan minyak yang tidak akan pernah bisa menyatu dalam satu kekuatan politik. Faktanya, kini dua parpol ini menjelma dalam satu barisan kekuatan poros politik Islam. Mungkin yang juga membuat publik terkaget-kaget, dampak dari hadirnya Gus Imin dengan PKB-nya dalam Koalisi Perubahan, lagu kebanggaan warga nahdliyyin, Yahlal Waton, untuk pertama dalam sejarah, berkumandang dengan merdu di Markas Besar PKS dan dilantunkan dengan kompak oleh para elite PKS, PKB, dan NasDem. Satu pemandangan langka yang pasti membuat banyak orang geleng-geleng kepala. PKB dan PKS ternyata bisa berdampingan dengan sangat mesra.
Komposisi parpol pengusung pasangan AMIN menjadi representasi dari kekuatan politik Islam yang punya ceruk pemilihnya sendiri-sendiri. PKB lebih banyak dipilih kelompok pemilih Islam tradisional yang banyak tersebar di pedesaan, khususnya Jawa Timur dan Jawa Tengah, sebagian Jawa Barat dan sebagian luar Jawa, sementara PKS selama ini dikenal sebagai kekuatan politik Islam perkotaan memiliki kekuatan politik di wilayah Jawa Barat, DKI, Banten, dan Sumatera. Baik PKB maupun PKS juga sama-sama dikenal memiliki basis pemilih yang loyal dan ideologis.
Kader kedua partai ini juga dikenal sangat militan. Dua kekuatan politik Islam yang menyatu ini masih ditopang dengan kekuatan politik parpol nasionalis yakni Partai Nasdem di bawah komando Pak Surya Paloh, juga sangat kuat di sejumlah wilayah, terutama di luar Jawa. Salah satunya di Sulsel yang bisa kita saksikan pada Minggu kemarin.
Dengan kolaborasi yang baik, banyak pihak yang meyakini pasangan ini bisa menjadi ”kuda hitam” dengan kekuatan yang dahsyat. Apalagi, jargon perubahan yang diusung duet AMIN ini dibangun di atas pondasi trilogi ukhuwah (persaudaraan) yakni ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan), ukhuwah islamiyah (persaudaraan antar sesama umat Islam), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).
Misi perubahan yang diusung duet AMIN sebagai dwitunggal, yakni meletakkan semua kebijakan dan strategi pembangunan di atas prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan. Sebab, kolaboratif mensyaratkan kebersamaan dalam keadilan dan kesetaraan. Baik Mas Anies maupun Gus Imin menegaskan bahwa misi perubahan yang diusung bukan serta merta mengubah seluruh tatanan yang sudah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya, namun perubahan yang dimaksud adalah memperbaiki hal-hal yang dianggap belum baik, dan melanjutkan tatanan yang sudah baik. Hal itu pula yang juga dilakukan Mas Anies ketika memimpin Jakarta.
Misi perubahan semacam ini tentu sejalan dengan spirit ajaran Nahdlatul Ulama (NU), yakni “al-muhafadzah ‘ala qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”. Artinya memelihara nilai, aturan, norma, yang lama yang baik, dan mengambil nilai, aturan, norma baru yang lebih baik. Terus-menerus memperbaharui dan memperbaiki apabila ada sasaran yang lebih baik, tapi tidak pernah lupa ada fondasi-fondasi kokoh yang telah dirintis dan diwariskan kepada generasi-generasi yang harus tetap dijaga dengan baik. (*)