
[Opini]
Refleksi HUT Ke-109 Kota Malang
Oleh: Wahyu Eko Setiawan/ Sam WES – Pegiat Sinau Embongan
JAVASATU.COM-MALANG- Diantara persimpangan jalan menuju 2024: Kota Malang yang semakin membusuk atau jalan revolusi harapan.
Secara administratif, Kota Malang memang ada sejak tanggal 1 April 1914. Itu artinya sudah berusia 109 tahun. Tapi secara kesejarahan, Kota Malang sudah ada sejak ribuan tahun silam. Tulisan ini tidak hendak memperdebatkan hal tersebut. Meskipun, bisa menjadi topik yang patut untuk diperdebatkan dan didiskusikan.
Pada tahun 2023 ini, di usianya yang secara administratif 109 tahun, Kota Malang sedang menuju Tahun Persimpangan di 2024. Warga Kota Malang sedang menghadapi kekhawatiran yang sangat kritis, mencemaskan sekaligus menegangkan. Mungkin hanya sedikit orang yang sadar akan hal ini. Dan kebanyakan orang tidak menyadari hal ini. Bahkan ada yang acuh tak acuh terhadap apapun yang akan terjadi dan menimpa masa depan Kota Malang. Tetapi, Kebenaran harus disampaikan, meskipun pahit. Kesadaran harus segera dibangunkan, meskipun melelahkan. Orang-orang harus segera disadarkan, meskipun membutuhkan pengorbanan yang besar.
Tahun Persimpangan di 2024, memberikan dua pilihan jalan bagi seluruh warga Kota Malang. Yang pertama, adalah Jalan menuju Kota Malang yang semakin membusuk. Yang kedua, adalah Jalan menuju Revolusi Harapan. Penggunaan kata Revolusi, bukan untuk gagah-gagahan. Tapi untuk penekanan bahwa kita sangat membutuhkan perubahan yang radikal dan fundamental. Tidak bisa setengah-setengah. Tidak boleh ada ragu-ragu. Tidak tersedia area abu-abu.
Persimpangan pertama, adalah Jalan menuju Kota Malang yang semakin membusuk. Kenapa Kota Malang semakin membusuk? Pembusukan yang sedang terjadi, apakah disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, atau justru karena faktor-faktor internal, yang menjadi pembusukan dari dalam? Jika kita pelajari dengan seksama, sebenarnya ada empat organ vital yang dikandung oleh Kota Malang. Yaitu: (1) Birokrasi Pemkot Malang; (2) Aparat Penegak Hukum di Kota Malang; (3) Tokoh Masyarakat di Kota Malang; dan (4) Anggota DPRD Kota Malang. Semua organ vital tersebut, sangat jelas sedang melakukan pembusukan dari dalam, yang menyebabkan Kota Malang semakin membusuk di tahun 2024.
Yang pertama, pembusukan dari dalam yang dilakukan oleh Birokrasi Pemkot Malang. Sesungguhnya, Birokrasi adalah Pelayan Rakyat. Bekerja untuk melayani dan mengabdi kepada pemenuhan kebutuhan/ hajat hidup rakyat (warga) Kota Malang. Realitanya, Birokrasi justru menjadi orang-orang yang ingin selalu dilayani rakyat. Lebih sadis lagi, Birokrasi sudah merangkap menjadi Politisi, Pemborong/ Kontraktor Proyek, bahkan menjadi Investor proyek-proyek yang ada di Pemkot Malang. Sudah menjadi rahasia umum, Birokrat di Pemkot Malang secara pribadi bisa mengelola CV, PT dan Badan Usaha, untuk memanfaatkan dan mengatur tender-tender pekerjaan/ proyek di Pemkot Malang. Mulai dari penyedia jasa, pengadaan barang, hingga proyek-proyek infrastruktur di Kota Malang. Untuk mengamankan ‘Bisnis Kapitalis Birokrat’ ini, maka Birokrasi menjelma menjadi Politisi, yang terang-terangan bisa melakukan lobi-lobi pengaturan anggaran dan kongkalikong bagi-bagi proyek di Kota Malang dengan anggota DPRD Kota Malang.
Birokrasi kemudian menjadi semakin serakah dan lupa diri. Serakah, terus menerus mengumpul-ngumpulkan harta kekayaan, hingga lupa diri bahwa sesungguhnya Birokrasi adalah: Pelayan Rakyat. Silahkan berbisnis dan mengumpul-ngumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Tetapi jadilah pengusaha, jangan jadi Birokasi. Sebab, bisa dipastikan bahwa Birokrasi yang menjadi pengusaha, cenderung memanfaatkan jabatan/ kekuasaannya untuk kepentingan pribadinya. Bukan untuk melayani kepentingan rakyat. Waktunya habis untuk mengurusi bisnisnya, hingga waktunya untuk menjalankan tugas utamanya sebagai Pelayan Rakyat, pasti banyak tersita. Dan demi untuk melindungi serta memuluskan usaha-usaha bisnis yang dijalankannya, Birokrasi pasti menjadi Politisi. Birokrat yang berpolitik demi untuk melindungi dan memuluskan kepentingan pribadinya, demi untuk tujuan pencapaian finansial dan material, pasti menjadi faktor utama pembusukan Kota Malang yang sangat akut dan kronis destruktif.
Wali Kota Malang pasti mengetahui semuanya itu. Tapi kenapa Wali Kota Malang tidak berani mengambil sikap dan tindakan tegas? Wali Kota Malang memang seorang politisi, tapi jenis politik macam apa yang sedang dimainkannya selama ini? Apakah politik yang bertujuan untuk memperkaya diri sendiri juga? Ataukah jenis politik yang bertujuan untuk mengabdi dan melayani kepada hajat hidup rakyat yang dipimpinnya? Garis demarkasi itu seharusnya sangat jelas: Menjadi Birokrat, Menjadi Politisi atau Menjadi Pengusaha. Sekali lagi, yang sangat membahayakan adalah ketika seseorang itu menjadi Birokrat yang merangkap menjadi Politisi dan Pengusaha. Keserakahan dan Ketamakan Materialistis pasti menguasai dirinya, serta pasti merusak di manapun dia berada. Waspadalah!
Yang kedua, pembusukan dari dalam yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum di Kota Malang. Membahas bagaimana pembusukan dari dalam yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum di Kota Malang, seperti membahas bahwa langit itu berwarna biru, daun itu berwarna hijau dan pelangi itu berwarna-warni. Membahas sesuatu yang sudah menjadi permaklumam secara umum. Tragedi Stadion Kanjuruan Malang pada tanggal 1 Oktober 2022 lalu, dengan berbagai dinamikanya sampai detik ini, semakin memperjelas berbagai pembusukan dari dalam yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum di Kota Malang. Mencuatnya polemik penutupan pedagang yang jelas-jelas berjualan daging babi di Kota Malang, juga menampakkan fenomena gunung es dari problematiknya Satpol PP sebagai Aparat Penegak Hukum/ Perda di Kota Malang. Kita tidak membutuhkan penjelasan dan pendetailan lebih lanjut. Sudah banyak tulisan-tulisan, info-info dan berita-berita, yang menyajikan semuanya itu dengan sangat gamblang serta terang benderang.
Yang ketiga, pembusukan dari dalam yang dilakukan oleh Tokoh Masyarakat di Kota Malang. Kian hari mendekati tahun politik 2024, saat ini kita sudah banyak disuguhi tingkah pola Tokoh Masyarakat yang justru semakin melakukan pembusukan dari dalam bagi Kota Malang. Politik identitas bukan hanya membawa-bawa agama. Tetapi politik identitas juga sudah menyeret-nyeret Suku, Ras dan Antar Golongan. Seperti menabur benih-benih kebencian, permusuhan dan konflik sosial, di ladang subur Kebhinnekaan yang ada di Kota Malang. Benih-benih itu akan tumbuh menjadi gulma, hama dan penyakit sosial yang rawan ketegangan serta konflik destruktif. Semuanya itu dilakukan hanya demi untuk menarik perhatian, simpati dan rebutan pengaruh dalam Game of Power yang hendak dimainkan selama menuju tahun politik 2024. Ini sangat berbahaya!
Misal, di dalam beberapa grup WA, kita bisa dengan mudah menemukan bagaimana para Tokoh Masyarakat ini saling menghujat, saling menjatuhkan, saling menjelek-jelekkan, dan saling menistakan. Komentar-komentar yang dimunculkan, sangat jauh dari ilmu pengetahuan dan tidak ada kebijaksanaan yang sanggup memberikan pencerahan. Apakah mungkin menjadi mulia dengan menistakan orang lain? Apakah mungkin menjadi lebih baik, dengan menjelek-jelekkan orang lain? Kemenangan seperti apa yang hendak diraih, dengan menjatuhkan dan menginjak-injak orang lain? Kehormatan apa yang sedang dibangun, dengan menghujat orang lain? Bukankah semuanya itu semakin memperparah kebusukan yang sudah sangat membusuk di Kota Malang?
Para Tokoh Masyarakat di Kota Malang yang sangat diharapkan mampu memberikan pencerahan, keteladanan dan kebijaksanaan, ternyata sibuk berebut panggung-panggung hiburan yang hanya menjadi tontonan. Sehingga, rakyat tidak mendapatkan pencerahan. Rakyat tidak punya keteladanan. Maka, sangat wajar jika semakin banyak perilaku rakyat yang semakin jauh dari kebijaksanaan. Karena rakyat hanya mendapatkan tontonan, tidak mendapatkan tuntunan. Karena para Tokoh Masyarakat di Kota Malang hanya sibuk saling jegal, saling sikut dan saling menginjak, demi untuk naik panggung menjadi tontonan, hingga lupa memberikan tuntunan. Sama sekali tidak ada keteladanan. Hilang kebijaksanaannya.
Yang keempat, pembusukan yang dilakukan oleh Anggota DPRD Kota Malang. Pada tahun 2018 yang lalu, seluruh warga Kota Malang dihentakkan dengan Tragedi Tsunami Politik, yang menyeret sebanyak 43 orang anggota DPRD Kota Malang sebagai pesakitan yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jumlah anggota DPRD Kota Malang adalah 45 orang. Jika 43 orang ditangkap KPK, itu artinya hampir semuanya ditangkap oleh KPK. Tragedi tersebut, sepertinya tidak menjadi pelajaran berharga bagi anggota DPRD Kota Malang yang ada saat ini. Tidak menjadi Kaca Benggala.
Seperti yang sudah saya sampaikan perihal Birokrasi yang bermain-main anggaran (APBD) dan bagi-bagi proyek dengan anggota DPRD Kota Malang, hal ini menjadi seperti Partner of Crime dalam ruang-ruang lobi-lobi setengah kamar. Tujuannya sama, yaitu untuk mendapatkan keuntungan materiil sebanyak-banyaknya guna memuaskan nafsu menumpuk-numpuk kekayaan pribadi. Bukan untuk melayani kebutuhan, kepentingan dan hajat hidup warga Kota Malang. Klop! Lengkap! Pembusukan dari dalam itu semakin menjadi sistematis, terstruktur dan masif di Kota Malang. Sekali lagi, Garis Demarkasi seharusnya sangat jelas: Menjadi Birokrat, Menjadi Politisi atau Menjadi Pengusaha. Politisi yang bermain-main dengan bagi-bagi proyek bersama Birokrasi, pasti menjadi sumber pembusukan dari dalam yang sangat akut dan merusak parah.
Di atas adalah Jalan Persimpangan yang sedang dituju oleh warga Kota Malang menuju tahun politik 2024. Apakah jalan itu mau ditempuh dan dilanjutkan terus? Apakah kita semuanya sebagai warga Kota Malang mau menempuh dan melestarikan Jalan Pembusukan Kota Malang? Apakah kita akan membiarkan Kota Malang yang semakin membusuk? Semoga tidak.
Jika kita bersepakat untuk menghentikan semua pembusukan itu, maka kita harus berani mengambil jalan lain. Yaitu: Jalan Revolusi Harapan. Untuk mengambil jalan ini, kita membutuhkan lebih dari sekedar keberanian. Di jalan ini, Jalan Revolusi Harapan, tidak boleh ada keragu-raguan. Tidak bisa melangkah setengah hati. Ini sebuah jalan yang radikal. Tidak hanya sekedar berani membongkar secara fundamental, tetapi juga harus mampu membangun secara secara krusial dalam berbagai bidang kehidupan di Kota Malang. Ini adalah jalan yang menjadi solusi, bukan sekedar basa basi. Itulah kenapa Jalan Revolusi Harapan sangat membutuhkan tekad, kesadaran dan pengorbanan yang sangat besar. Mampukah? Sanggupkah?
Apa dan bagaimana Jalan Revolusi Harapan yang hendak kita tempuh ke depan ini? Saya akan menuliskan pada saatnya nanti. Kali ini, tulisan ini hanya sekedar menjadi bahan refleksi, koreksi dan otokritik semata-mata. Kalaupun ada yang merasa tersinggung, selamat menikmati ketersinggungan itu. Semoga dari ketersinggungan itu, bisa menjadi rambu-rambu. Bahwa lonceng-lonceng kesadaran masyarakat sedang didentang-dentangkan. Bahwa kesadaran masyarakat yang mampu menjelma menjadi Gerakan Perubahan, pasti melibas semua aktor-aktor yang melakukan pembusukan di Kota Malang. Waspadalah!
Dirgahayu Kota Malang ke-109 Tahun
Malangkucecwara!
Malangkucecwara!!
Malangkucecwara!!!