JAVASATU.COM- Puisi yang ditulis oleh Syarifuddin Arifin dalam buku antologi puisi tunggal ke-6 berjudul “Iga, Rindu Tanah Plasenta” sebagai puisi-puisi romantik atau romantisme. Berdasarkan laporan Kontributor media ini, Lasman Sumanjuntak, Akademisi dari UGM Yogyakarta, Prof Dr Wahyu Wibowo merespon peluncuran buku tersebut di sela-sela diskusi sastra di kolong Flyover Jalan Arief Rahman Hakim, Depok Baru, Jawa Barat, Minggu (03/09/2023) sore.
“Penyair belajar sejarah. Romantik kan sejarah, enggak dicari-cari atau terserok kemana-mana,” ujarnya.
Ia menjabarkan, penulis mencoba membuat puisi romantik dengan beberapa faktor pengaitnya. Mulai dari persoalan emosi, imaji, atau intuisi. Sedangkan dalam kesusasteraan Indonesia dikenal adanya penyair romantik angkatan pujangga lama seperti Amir Hamzah, Sanusi Pane, atau Sutan Takdir Alisjahbana.
“Kembali saja ke sejarah. Buku antologi puisi karya Syarifuddin Arifin ini meskipun tema bervariasi, tetapi lebih banyak kepada romantik. Dalam seni lukis romantik itu dikenal juga karya pelukis Raden Saleh atau Affandi. Teruskan gaya anda ini,” pesannya lebih lanjut.
Sementara, seorang penyair lainnya yang turut hadir, Arief Joko Wicaksono mengkritisi buku antologi 70 puisi ini yang menanggapai permasalahan arah temanya.
“Keberagaman tema. Sebab sebuah buku antologi puisi tunggal tidak dibatasi dengan tema-tema tertentu. Terutama kiprah penyair dalam bersastra. Buku puisi antologi tunggal bertema apa saja, tak perlu dibatasi, enggak ada batas,” tegasnya.
Menurutnya, dalam buku kumpulan puisi ini memberikan kesan arah kreatifitasnya yang selalu mencari.
“Merambah ke wilayah-wilayah baru, majas dan diksi harus mencari hal-hal segar dari pendahulunya,” imbuhnya.
Sebelum tanya jawab dengan peserta, moderator Jimmy S Johansyah mengatakan, pembanding Prof Dr Wahyu Wibowo dalam hal ini mencoba untuk memberikan spesifikasi bahwa buku Antologi Puisi Tunggal karya Syarifuddin Arifin sebagai abad romantisme.
“Saya sendiri tidak tahu apa tanda yang ingin disampaikan oleh Mas Wahyu Wibowo khususnya kepada kita semua tentang pandangan tersebut. Saya coba lemparkan ke para peserta forum diskusi ini. Terserah apa ada yang ingin menampik, menambahkan ataupun akan setuju kepada pendapat pemantik dan pembanding ini,” ucap Jimmy S. Johansyah.
Ia pun menegaskan, gerakan sederhana ini bertujuan hanya untuk mencapai esensi, tidak untuk mencapai sensasional.
“Acara digelar apa adanya, pakai gerobak dan alat pengeras suara yang juga sederhana di tengah hiruk pikuk arus lalu lintas dan tempat anak-anak bermain. Ini forum kecil ngobrol dan ngopi semeja dua kali sebulan
Syarifuddin Arifin datang dengan buku antologi puisinya dan kita inisiasi untuk diluncurkan di kolong jembatan layang ini,” jelasnya.
Sementara, penulis buku antologi puisi “Iga, Rindu Tanah Plasenta”, Syarifuddin Arifin mengaku sangat mengapresiasi acara sastra yang tergelar sederhana ini.
“Bagus, saya apresiasi acara di kolong flyover ini. Sangat apresiatif, karena seniman atau anak-anak muda satu bulan sekali bisa tampilkan pentas seni, apalagi hari ini ada diskusi yang menghadirkan seorang profesor ahli sastra,” ucap Uda If, sapaan akrabnya.
Ia berharap, Pemkot Depok bisa cepat tanggap melihat kegiatan kesenian ini. Sehingga bisa menjadi salah satu pusat sentral kesenian di Indonesia.
“Penampilan baca puisi teman-teman penyair sangat beragam. Ada yang baca puisi dengan vokal keras, tinggi, atau melankolis sesuai dengan tuntutan.Secara kualitas baca puisi sangat baik,” tambahnya.
Peluncuran buku antologi puisi yang dilakukan di basecamp Komunitas Sastra Koloni Seniman Ngopi Semeja ini juga disemarakkan dengan baca puisi sejumlah seniman dan penyair seperti Remmy Novaris DM, Sihar Ramses Simatupang, Fanny Jonathans P, Boyke Sulaiman, Widodo Arumdono, Logo Situmorang, Tatan Daniel, Pulo Lasman Simanjuntak.
Termasuk juga Octavianus Masheka, Heryus Saputro, Muhammad Ibrahim Ilyas, Guntoro Sulung, Nanang R Supriyatin, Dyah Kencono Puspito Dewi, Sam Mukhtar Chaniago, Wahyu Toveng, Marlin Dinamikanto, Uki Bayu Sejati, Herman Syahara.
Ketua Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISi), Moktavianus Masheka menegaskan, Acara diskusi sastra dan peluncuran buku antologi puisi ini merupakan hasil kerjasama antara Komunitas Sastra Koloni Seniman Ngopi Semeja dengan TISi.
“Saya sukacita bisa hadir acara sastra koloni ke-12 ini. Bersastra ria, suprise untuk kegiatan budaya yang sangat dahsyat ini.Kita bantu dan support gerakan sastra sederhana ini.Bagi saya Abang Syarifuddin Arifin bukan orang baru.Sejak usia remaja di Kota Padang atau persisnya di Taman Budaya Padang saya sdh kenal.Acara peluncuran buku antologi puisi ini kupersembahkan kepadamu Abang Syarifuddin,” pungkasnya. (*/Jup)