JAVASATU.COM- Kuasa hukum Awan Setiawan (AW), Sumardhan SH, MH, menegaskan bahwa kliennya tidak semestinya dijadikan tersangka dalam kasus pengadaan tanah Politeknik Negeri Malang (Polinema) tahun anggaran 2020.

Ia menyebut proses belum selesai, dan negara justru masih memiliki utang kepada penjual tanah.
“Total nilai tanah Rp42,6 miliar. Yang baru dibayar Rp22,6 miliar. Masih ada kekurangan sekitar Rp20 miliar. Negara justru belum melunasi. Kalau belum lunas, bagaimana mungkin disebut korupsi?” tegas Sumardhan dari Advokat Edan Law, usai sidang praperadilan di PN Surabaya, Kamis (10/7/2025) bersama tim nya, Miftakhul Irfan, SH, MH dan Ari Hariadi, SH
Praperadilan Digelar, Kejati Mangkir
Sidang praperadilan dengan nomor perkara 20/Pid.Pra/2025/PN.Sby diajukan pihak AW sebagai bentuk perlawanan atas penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Namun, Jaksa tidak hadir dalam sidang perdana yang digelar 8 Juli lalu tanpa memberikan alasan.
“Kami kecewa. Sebagai aparat penegak hukum, Kejati semestinya menghormati proses hukum. Bukan justru mengabaikan pemanggilan pengadilan,” kritik Sumardhan.
Sidang ditunda dan dijadwalkan ulang pada 15 Juli 2025.
Sudah Sesuai Aturan, Tidak Ada Kerugian Negara
Sumardhan menjelaskan, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan UU No. 2 Tahun 2012 dan Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2015, yang memperbolehkan pembelian langsung untuk lahan di bawah 1 hektare. Harga tanah juga ditetapkan oleh Kantor Pertanahan Kota Malang.
“Nilai pasar saat itu Rp6,5 juta per meter, tapi disepakati hanya Rp6 juta. Negara malah untung. Kesepakatan juga dibuat di depan notaris,” ungkapnya.
Direktur Hanya Pelindung, Panitia yang Bertanggung Jawab
Dalam struktur internal Polinema, AW disebut hanya berperan sebagai Direktur atau Pelindung, bukan pihak teknis. Tugas pengadaan telah dilimpahkan kepada Panitia dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Ada dua kali pembentukan panitia. Total sembilan orang. Kalau memang ada yang dianggap melanggar, logikanya panitia yang bertanggung jawab. Klien kami sudah melimpahkan kewenangan secara sah,” jelasnya.
Ia juga menyebut bahwa AW sempat menerbitkan surat teguran kepada PPK pada 7 September 2022, sebagai bentuk pengawasan.
Gugatan Perdata Menangkan Penjual
Dalam proses perdata yang lebih dulu bergulir, pihak penjual tanah justru dimenangkan. Putusan menyatakan bahwa Polinema wajib melunasi pembayaran sesuai kesepakatan.
“Putusan perdata jelas. Polinema harus membayar. Ini membuktikan tidak ada niat melawan hukum atau kerugian negara,” ujar Sumardhan.
Pihaknya optimistis permohonan praperadilan akan dikabulkan oleh hakim.
“Penetapan tersangka terhadap Direktur Polinema tidak berdasar. Beliau tidak ikut dalam proses teknis, dan belum ada kerugian negara. Tuduhan ini prematur,” pungkasnya.
Hingga kini, Kejati Jatim belum memberikan keterangan resmi terkait gugatan praperadilan tersebut. (Dop/Arf)