JAVASATU.COM- Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan pengembangan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema) dipastikan Tim 9 (Panitia Pengadaan Tanah bentukan Awan Setiawan mantan Dirut Polinema 2019) sudah sesuai prosedur. Pasalnya sempat muncul dugaan Tipikor dalam proses pengadaan lahan tersebut.

Tudingan mengarah kepada Tim 9 selaku penyedia pengadaan tanah. Padahal, berkas pengadaanya juga dilengkapi dengan rumusan dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tahun 2019-2024.
Dalam hal ini, Tim 9 dituding tidak melalui prosedur yang sesuai dalam proses penentuan harga untuk pengadaan lahan. Tim 9 melalui kuasa hukumnya, Didik Lestariyono SH, MH, mengatakan pengadaan lahan tersebut yang pertama juga telah mengacu pada rencana induk pengembangan (RIP) Polinema tahun 2010-2034.
Menurut Didik, untuk menentukan harga beli, pihaknya telah mengacu dari sejumlah pihak dan dokumen sebagaimana tercantum dalam Indikator capaian sasaran Akhir Tahun 2024. Seperti dari Kecamatan Lowokwaru, Kelurahan Jatimulyo, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Berdasarkan data yang dihimpun, pada dokumen perencanaan tersebut, diketahui bahwa lahan yang akan dibeli adalah luas keseluruhan mencapai 7.104 meter persegi (m²). Dengan nilai total sebesar Rp 42.642.000.000 untuk Lahan yang berada di sisi barat utara kampus Polinema, yang terdiri hanya 3 bidang tanah.
Selain itu juga mengacu pada berkas penawaran yang dilakukan dua pemilik lahan. Adalah atas nama Hadi Santoso, Eko Witono dan Yetty Purwanti kepada Direktur Polinema.
“Berdasarkan hal tersebut diputuskan perlu adanya pengembangan perluasan lahan kampus (Polinema) sebelah utara,” ujar Didik, Rabu (17/01/2024).
Menurut dokumen dan penawaran yang menjadi acuan Tim 9, untuk menentukan harga tanah, didapati bahwa harga lahan yang akan dibeli tersebut secara keseluruhan berkisar di angka Rp 4.500.000 hingga Rp 17.000.000 per meter.
“Dari keterangan-keterangan diatas maka wajar apabila pihak Polinema membeli tanah untuk perluasan lahan senilai Rp. 6.000.000 per meter bersih sudah termasuk pajak. Sedangan untuk pajak pembeli Rp 3 miliar dan pajak penjual Rp 4,3 miliar,” terang Didik.
Didik menambahkan, memang dalam menentukan harga, pihak Tim 9 Polinema tidak melibatkan jasa lembaga appraisal. Namun dalam hal ini kliennya telah menggunakan Berita Acara Musyawarah Ganti Rugi Nomor: 230.8/PPK/DIPA/XII/2020 tanggal 7 Desember 2020.
Hal tersebut, menurut dia, juga sudah sesuai dengan aturan yang ada yakni Perpres No.148 tahun 2015 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Serta mengacu pada Permen ATR/BPN Nomor: 6 Tahun 2015 tanggal 28 April 2015 tentang petunjuk teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Yang disebutkan dalam Pasal 53 ayat 1.
“Dalam rangka efisiensi dan efektifitas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari lima hektar, dapat dilakukan langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak. Yakni dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak,” terang Didik.
Sementara itu, terkait hal tersebut, lanjutnya, sejatinya pihak Polinema dibawah kepemimpinan yang Direktur baru Surpriatna Adhisuwignjo, telah menunjuk appraisal MAPPI dalam menentukan harga tersebut. Namun sampai saat ini hasil penaksiran harga oleh appraisal tersebut tak kunjung disampaikan kepada publik.
“Kami sangat mengapresiasi kinerja Kejaksaan Tinggi yang sangat berhat-hati dan obyektif dalam menangani dugaan perkara ini. Kami juga berharap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Timur prosefional dalam melaksanakan tugasnya dalam hal pemberantasan korupsi,” pungkas Didik. (Dop/Arf)