JAVASATU.COM-MALANG- Sebuah objek tanah yang menjadi sengketa di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur masih berlanjut. Hal ini dikarenakan eksekusi lahan dan bangunan seluas 10.000 meter persegi dan 6.000 meter persegi tersebut belum dilakukan sejak tahun 2009.

Diperoleh data, penyebabnya adalah objek yang seharusnya dieksekusi telah berpindah kepemilikan ke seorang bernama Haji Faisol, karena Haji Faisol telah membeli objek tersebut dari Ninik Sinilestari dan lainnya sebagai ahli waris dari Agus Sukaton. Agus Sukaton mendapatkan objek tersebut dari orangtuanya, yaitu Soeratman dan Minatoen.
Setelah Hery Soenarto gagal melakukan eksekusi berdasarkan putusan PN Malang No.64/Pdt.G/2007/PN.Mlg, Hery Soenarto menggugat H. Faisol dan Ninik Sinilestari dengan tuduhan upaya melawan hukum. Sementara itu, Ninik Sinilestari justru mengajukan Rekonvensi.
Dalam hal ini, setelah Hery Soenarto meninggal dunia, ahli warisnya, Natalia, menuntut dilaksanakannya eksekusi. Dia mengambil jalur hukum agar eksekusi dapat dilakukan.
Menanggapi hal ini, H. Faisol, Pelawan melalui kuasa hukumnya, Sumardhan SH, MH, yang didampingi Agus Subyantoro, SH., dan Jumadhi Arahan, SH, menyatakan penolakan terhadap eksekusi yang diusulkan. Mereka berpendapat bahwa putusan No.64 yang menjadi dasar permohonan eksekusi tersebut cacat hukum karena objek dalam putusan tersebut telah berpindah kepemilikan kepada pihak ketiga dan telah dikuatkan dalam putusan No.65/Pdt.G/2013/PN.Kepanjen.
“Awalnya, tanah ini milik Soeratman yang tidak memiliki anak, namun ia mengangkat anak bernama Agus Sukaton. Setelah Agus Sukaton meninggal dunia, harta tersebut menjadi milik Ninik Sinilestari sebagai isteri dan anak-anaknya,” ucap Advokat dari kantor Edan Law tersebut pada Selasa (27/6/2023).
Sumardhan melanjutkan, sejak kematian Soeratman, objek tanah dan bangunan tersebut ditempati oleh keluarga Ninik Sinilestari hingga dijual kepada H. Faisol. Hery Soenarto ingin mengosongkan objek tersebut melalui Pengadilan Negeri Malang, namun upaya tersebut gagal karena Ninik menjualnya kepada Haji Faisol.
“Setelah Hery Soenarto gagal melaksanakan eksekusi pada tahun 2009, dia mengajukan gugatan perdata yang terdaftar di PN Kepanjen dengan nomor perkara 65/Pdt.G/2013/PN.Kpj. Namun, Hery Soenarto (alm) kalah dalam perkara tersebut dan H. Faisol yang memenangkan perkara tersebut, namun anehnya, yang melanjutkan eksekusi adalah ahli waris Henny Natalia,” ungkap Mardhan sapaannya.
Dalam perkara ini, kuasa hukum pemohon perlawanan menyebutkan bahwa semua nomor perkara yang digunakan sebagai dasar pengajuan eksekusi telah disebutkan dalam gugatan perkara No.65/Pdt.G/2013/PN.Kejanjen yang dimenangkan oleh H. Faisol. Setelah putusan pembatalan akta jual beli dikabulkan sebagian, rekonvensinya tergugat dikabulkan.
“Dalam sidang, diputuskan bahwa jual beli antara Ninik dan Faisol adalah sah. Maka objek tersebut berpindah kepemilikan lagi. Di PN Kepanjen, Natalia mengajukan banding. Setelah kalah di Pengadilan Tinggi Surabaya, Natalia menyatakan kasasi. Namun pengacaranya, Hery Soenarto/Henny Natalia, tidak menyerahkan memori kasasi. Maka pernyataan kasasinya tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung. Maka PN Kepanjen mengatakan bahwa berkasnya tidak dapat dikirim,” urai Mardhan.
Mardhan berpendapat bahwa seharusnya Henny Natalia dinyatakan kalah dan tidak dapat melanjutkan eksekusi. Karena sudah kalah di Pengadilan Negeri Kepanjen.
“Menurut kami, eksekusi tidak dapat dilaksanakan karena keputusan dari PN Kepanjen sudah dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Surabaya. Secara hukum, pihak H. Faisol sebagai pemilik akhir atas objek tersebut,” imbuhnya.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh Agus Subyantoro, SH, MH. Dia menyebutkan, dua putusan inkrah menyatakan bahwa tanah tersebut milik Haji Faisol. Dua putusan tersebut juga menguatkan adanya akta jual beli.
“Dua putusan tersebut sudah inkrah, milik Haji Faisol. Di dalamnya terdapat akta jual beli, dan juga sudah ada pembayaran PBB, yang berarti membayar pemanfaatan atas pengelolaan lahan. Seharusnya permohonan eksekusi tersebut ditolak,” tandas pengacara asal Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diamini oleh rekan satu timnya, Sumardhan.
Sementara itu, kuasa hukum Natalia, Pangeran Okky, mengatakan bahwa upaya yang dilakukan pihak lawan juga terindikasi melawan hukum. Hal ini dikarenakan ada sita jaminan dalam peralihan hak.
“Apapun keputusannya, peralihan hak ada sita jaminan. Jika ada sita jaminan yang dialihkan, jelas merupakan pelanggaran hukum,” kata Pangeran Okky. (Dop/Saf)