JAVASATU-SURABAYA- Pekerja Seni harus adaptasi siasati pandemi. Hal tersebut menjadi pesan penting sejumlah narasumber dalam Workshop Departemen Musik Dewan Kesenian Jawa Timur. Workshop memang demi susun strategi untuk industri kreatif instrument musik Jatim. Dalam pertunjukan musik, terdapat komponen-komponen penting yang menjadi komponen vital, salah satunya yaitu instrument musik.
BACA JUGA: Ini Strategi untuk Industri Kreatif Instrument Musik Jatim di Masa Pandemi – Kliktimes.com
BACA JUGA: Wujudkan Kearifan Lokal, Dewan Kesenian Jatim Gelar Sayembara Manuskrip Buku Puisi 2021 – Javasatu.com
Penanggung jawab Departemen Musik DKJT Redy Eko Prasetyo, Evi Destiana dan Abdu menerangkan hasil workshop kepada Javasatu.com Jumat (15/7/2021). Pelaksanaan workshop secara online, mengingat semakin meningkatnya kasus Covid-19 di Jawa Timur saat ini. Acara ini berlangsung selama satu hari, yaitu tanggal 13 Juli 2021 Pukul 08:30 – 13:00 WIB. Adapun untuk Host dan Moderator berada di Ruang Rapat Dewan Kesenian Jawa Timur.
Narasumber dalam workshop Departemen Musik: Arik Sugiantoro (Pengerajin Instrument Musik Tradisional / Malang), Joko Porong (Musik Komposer / Surabaya), Wahyu Dwiyono (Produsen Gamelan/ Magetan), Edi Purwanto (Wakil Ketua Kamar Dagang Industri Jatim), Rohmad Amrullah (Departemen Hukum dan Ham DK Jatim). Dengan moderator Nasar Albatati selaku Wakil Sekretaris DK Jatim.
Kata Nasar Albatati ketika memulai diskusi departemen musik, bencana Covid-19 meluluh-lantahkan hampir semua sendi kehidupan, tak luput juga kesenian yakni teater, musik, tari, film, rupa. Virus itu nyaris menghentikan laju perkembangan seni sampai sekarang bahkan mematikan praktek penciptaan maupun pertunjukan seni yang berlangsung normal sebelumnya. Virus telah memaksa para pelaku seni menciptakan praktek-metode baru, tradisi baru. Bahkan aktivisme baru dalam berkarya di luar kebiasaan normal yang sudah nyaman biasa mereka lakukan.
“Dengan kata lain, bencana telah membuat para seniman takluk dan tunduk untuk menaati (aturan) covid jika tak hendak terpapar dan ‘mati’ olehnya,”ujarnya dalam diskusi departemen musik.
Ini Narasumber dalam Workshop Departemen Musik
Kreasi dalam masa pandemi ini, menurut Arik Sugiantoro, upaya dalam melestarikan alat musik gamelan di antaranya memproduksi dan memasarkan gamelan via online. Lalu bermain gamelan di ruang-ruang public (Online). Joko Porong menambahkan di diskusi departemen musik, ancaman terbesar dari pandemi adalah ketika resesi ekonomi yang saat ini sudah mulai terjadi dan berdampak secara langsung pada kehidupan para pekerja seni.
“Di masa pandemi pekerja seni mulai memproduksi karya di rumah masing-masing bisa wujud proses cover lagu, elektronik atau bahkan kolaborasi. Dari aktivitas di rumah ini membentuk jaringan jaringan baru dalam logika digital yang bisa menyambungkan para pekerja seni ini dengan pekerja seni lain di luar sana,” terangnya dalam diskusi departemen musik.
Menurutnya, perkembangan media saat ini sangat bersinggungan erat dengan peran media digital dan teknologi. Hal ini berkaitan erat dala proses menciptakan proyek kekaryaan di masa depan yang inovatif. Ini yang memungkinkan setiap orang untuk mengalami realitas dimensi baru dalam skala yang berbeda.
Harus Punya Siasat
Dalam diskusi departemen musik, Joko mengatakan, sebagai pekerja seni harus lakukan berbagai siasat, adaptasi dan strategi. Untuk menghadapi situasi tidak menentu di tengah pandemi. Seperti menyiarkan seni pertunjukan melalui ruang digital. Saat ini karya-karya seniman banyak didistribusikan lewat pasar digital, baik media sosial maupun kanal jual beli online. Tidak ketinggalan, lokakarya dan diskusi seni juga secara daring.
“Upaya yang bisa dilakukan untuk melestrarikan gamelan, tetap memproduksi dan memasarkan secara mandiri (via online); tetap bermain gamelan secara professional via daring, mengajak generasi muda untuk bermain dan berlatih gamelan,” jelas Wahyu Dwiono pada sesi diskusi departemen musik.
Meskipun kata dia, ada kendala di dalam melestarikan alat musik gamelan. Seperti masalah pemasaran, belum adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat. {ersaingan dengan alat musik modern yang lebih simple. Ia mngatakan, seniman gamelan adalah salah satu yang terdampak dari adanya pandemi covid-19, dilarangnya seni-seni pertunjukan yang melibatkan banyak orang menyebabkan penghasilan mereka dari kesenian menjadi berhenti.
“Alhasil para seniman ini terutama yang ada di desa-desa kembali fokus pada kehidupan mereka sebagai petani dan buruh tani untuk mencukupi kebutuhan hidup selama masa pandemi,” imbuhnya.
Buka Pasar Internasional, Jimbe Ekspor ke China
Sementara itu, Edi Purwanto, Wakil Ketua Kamar Dagang Industri Jatim dalam diskusi departemen musik mengatakan. Pada era digital seperti saat ini para pekerja seni harus bersama-sama. Yakni untuk mengkampanyekan Gerakan sadar seni dan budaya dengan pendekatan yang milenial. Pekerja seni harus intens melakukan promosi karya dengan memaksimalkan fungsi teknologi. Selain karena sangat efektif juga karena sudah jadi tuntutan di era digital seperti sekarang ini.
Pandemi bisa jadi momentum pekerja seni untuk mencoba pasar secara internasional atau ekspor. Para pekerja seni setidaknya bisa melakukan dua hal dalam kondisi saat ini. Kedua hal itu adalah diferensiasi pasar dan diferensiasi produk.
“Diferensiasi pasar itu adalah, kita bisa mencoba menjajaki pasar ekspor seperti produsen Jimbe di Blitar yang mampu membuka pasar ke China. Untuk produk, saya kira seniman adalah manusia paling kreatif di dunia. Ini adalah modal besar bagi kalangan pekerja seni,” urainya soal Pekerja Seni harus adaptasi.
Pekerja Seni Wajib Urus HAKI
Sementara itu, Rohmad Amrullah dari Departemen Hukum dan Ham DK Jatim mengurai soal 10 objek pemajuan kebudayaan. Meliputi Tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, Bahasa dan ritus.
“Seniman atau pekerja seni saat ini masih sangat lemah di bidang perlindungan hak kekayaan intelektual. Sehingga karya-karya mereka banyak yang kena bajak oleh orang lain. Karena itu para pekerja seni harus mulai sadar mengenai perlindungan karya lewat hak kekayaan intelektual (HAKI) ini,” pungkasnya.
Dalam diskusi itu, moderator mengulas enam kesimpulan. Pertama, pada saat menghadapi pandemi Covid-19 seperti saat ini kita harus bisa membuka peluang-peluang baru baik diferensiasi produk maupun pasar. Kedua perlu ada pemikiran bagaimana produk-produk budaya seniman harus mengarah pada kebutuhan milenial dengan mengarahkan pemasarannya lewat platform digital.
Ketiga, pekerja seni harus sanggup bekerja dengan lintas bidang untuk menghasilkan komposisi komposisi yang baru dan luar biasa. Keempat, melalui Dewan Kesenian Jawa Timur, Seniman pertunjukan terutama pemusik tradisional asli Jawa Timur harus bekerja sama dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Agar mendapatkan sarana untuk menampilkan karya mereka.
Kelima, pentingnya melibatkan banyak sektor dalam upaya pelestarian, perlindungan dan pengembangan seni dan budaya. Dan terakhir, pentingnya untuk melakukan perlindungan karya dimulai dengan hal yang sederhana yakni mempublikasikan dan mengkatalogisasikan karya yang dihasilkan.(ary)
Comments 1