JAVASATU.COM-SURABAYA- Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menyampaikan, saat ini Jawa Timur (Jatim) tanggap darurat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), sebab itu ia meminta kepada pemkab/pemkot untuk membangun koordinasi secara intensif dengan lintas sektor.

Hal tersebut berdasarkan hasil pengujian laboratorium di Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya pada 4 kabupaten di Provinsi Jatim, yaitu Kabupaten Gresik, Lamongan, Mojokerto dan Sidoarjo, telah terkonfirmasi positif kasus penyakit hewan baru yaitu foot and mouth disease atau Penyakit Mulut dan Kuku.
Gubernur Khofifah menegaskan, agar para Pemimpin Daerah hendaknya segera berkoordinasi dengan pusat veterina di wilayahnya masing-masing. Selanjutnya, Pusat Veteriner di provinsi, agar segera bisa menerbitkan surat laporan dengan dokumen lampiran dari Pusvetma provinsi dan dari kabupaten yang sudah terkonfirmasi ada kasus PMK.
“Jadi bagi kabupaten dan provinsi tentu regulasinya ini harus beriringan dengan terminologi yang ada di lingkup Kementerian Pertanian. Nanti di dalam regulasi yang akan diterbitkan oleh Kementan itu bisa memberikan penjelasan kepada para kepala daerah yang memang membutuhkan referensi yang tidak multitafsir referensi” terang Gubernur Jatim saat rapat koordinasi pengendalian dan penanggulangan PMK di Jatim, bertempat di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jumat (6/5/2022) sore.
Gubernur menerangkan, untuk tanggap darurat membutuhkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang bisa dijadikan panduan, supaya situasi pasar tidak panik. Misalnya, pada dasarnya jenis organ tertentu saja yang tidak bisa dikonsumsi, daging pada dasarnya dengan proses Pengolahan tertentu masih bisa dikonsumsi. Dalam proses pertimbangan secara ekonomi yang komprehensif, memang khawatir dari produk turunannya, susu misalnya, kemudian bahan baku susu, kemudian nugget dan sebagainya.
Gubernur juga mengimbau kepada daerah – daerah di Jatim, selain empat daerah tersebut, untuk segera melakukan kewaspadaan serta antisipasi untuk supplyside-nya, karena Surabaya suplai dagingnya dari Sidoarjo, Mojokerto, Gresik maupun Lamongan.
“Jadi memang harus menghitung supplyside daging dan turunannya,” ujarnya.
“Kami ingin mendapatkan penjelasan produk turunannya, sebetulnya tingkat apa kalau ingin memproteksi dengan cara apa, atau memang produk turunan itu sama sekali tidak bisa digunakan, kalau demikian bagaimana, dengan dagingnya dan seterusnya, yang jelas kami berharap bahwa panduan panduan teknis seperti ini kami bisa segera mendapatkan dari Kementerian pertanian, khususnya dari dirjen peternakan dan kesehatan hewan,” imbuhnya.
Supaya tidak menimbulkan kepanikan, kata Gubernur, bisa mencari format seefektif mungkin, misalnya dari dirjen PKH kemudian komunikasinya dengan Pemprov, dari kemenko perekonomian juga bisa menjadi bagian ikut mengkoordinasikan secara teknis karena memang banyak hal yang terkait dengan tanggap darurat ini harus dicari solusi yang efektif.
Sedangkan langkah-langkah tanggap daruratnya, yakni sedapat mungkin melakukan sesuatu yang bisa memberikan solusi, dan para bupati bisa memberikan langkah-langkah proteksi, baik dari dari kandang-kandang tertentu, kemudian kemungkinan pencegahan transmisinya. Selain itu lalu lintas dari hewan, dari satu titik ke titik yang lain, kemudian apa saja yang masih boleh dikonsumsi dari kemungkinan hewan yang terkonfirmasi PMK dan seterusnya.
Sebagai informasi, penyakit PMK ini disebabkan oleh virus dan bersifat akut serta sangat menular pada hewan berkuku belah terutama ternak ruminansia seperti sapi kerbau kambing dan domba serta babi, dikarenakan penyebarannya cepat sehingga dapat mengancam kesehatan ternak di Indonesia yang berdampak pada kerugian ekonomi pada masyarakat. Perlu dilakukan upaya pencegahan penyebaran dan pengendalian PMK yang terintegrasi serta terstruktur agar dapat mengurangi dampak penyakit hewan di wilayah yang terinfeksi serta mempertahankan wilayah yang masih bebas. (Sir/Saf)