JAVASATU.COM- Isu hak cipta dan royalti menjadi fokus utama dalam program Lokanesia 2025, Jumat (09/08/25) siang. Penyelenggara acara ini, Sosialoka Indonesia dan Malang Creative Center (MCC), menekankan pentingnya edukasi bagi musisi terkait hak-hak mereka di era digital.
Direktur Operasional Sosialoka Indonesia, Adam Febrianata, menegaskan bahwa Lokanesia merupakan upaya mengedukasi musisi yang kesulitan atau belum memiliki akses informasi mengenai pengelolaan hak di industri musik.

“Ada banyak hal yang harus diketahui. Mulai dari mechanical rights, kemudian ada performing rights yang sekarang banyak dibahas contohnya di Mie Gacoan itu, ya. Yang mereka sebagai musisi dan pencipta lagu itu harus tahu haknya,” ujar Adam. Ia juga menyebut bahwa kedua hak tersebut merupakan dua hal yang berbeda.
Mengenai pemutaran lagu di tempat komersial seperti kafe, Adam menyebutnya sebagai “pedang dua sisi”. Di satu sisi, lagu yang diputar menjadi media promosi yang efektif. Namun, di sisi lain, pengusaha kafe atau EO wajib melaporkan pemutaran tersebut. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta tahun 2014, di mana pemutaran lagu di tempat komersial sudah memiliki aturannya sendiri.
Penyanyi dan pencipta lagu, Ade Govinda, turut menegaskan pentingnya penghargaan terhadap karya musisi. “Kalau lagu yang digunakan di area umum, yang komersil seperti resto dan lain-lain, tapi musiknya menjadi penunjang bagi penjualan resto tersebut ya harus bayar. Di dunia pun akan begitu,” kata Ade. Ia pun mengaku sebagai salah satu orang yang hidup murni dari royalti.

Ade Govinda juga menanggapi kekhawatiran beberapa pengusaha kafe yang berhenti memutar lagu karena takut bangkrut. Menurutnya, hal itu justru membuktikan bahwa lagu memiliki nilai komersial bagi usaha mereka, sehingga sudah sepatutnya ada porsi yang diberikan kepada pencipta lagu. Ia berharap Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dapat lebih maksimal dalam menyosialisasikan sistem royalti ini.
Sementara itu, dalam konteks platform digital, Ade Govinda memuji transparansi sistem royalti di YouTube.
“Kalau youtube menurutku salah satu yang paling presisi untuk royalti karena semua transparan dan jelas,” ungkapnya.
Hal ini, menurutnya, menjadi “kabar baik” bagi musisi Indonesia yang ingin berkarya dan mendapatkan penghasilan di era digital. (Jup)