Javasatu,Gunung Mas- DPRD Gunung Mas meminta kepada instansi terkait untuk segera mengevaluasi izin perusahaan penambang batu belah yang berlokasi di Tewah Kabupaten Gunung Mas (Gumas).

Anggota DPRD Gumas dari fraksi Golkar, Iceu Purnamasari menegaskan, terkait perizinan perusahaan penambang batu belah di Tewah apakah ada izin? dan sesuai izin pinjam pakai kawasan hutan? serta, apakah ada kontribusi perusahaan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Gumas.
“Itu segera dan harus dievaluasi oleh instansi terkait mulai perizinan sampai pemanfaatan dan juga dampak lingkungannya. Dinas Lingkungan Hidup harus benar benar menelaah dokumen mereka. Jangan sampai publik mengatakan bahwa pemerintah seakan diam saja dan mengamini hal yang telah menyalahi aturan, terang srikandi partai Golkar ini, Selasa (1/6/2021).
Sebelumnya diberitakan di media ini, beberapa pihak juga mempertanyakan operasi perusahan penambang batu belah atau mineral bukan logam tersebut.
Dikuatkan lagi saat awak media menanyakan berkas dan dokumen salah satu perusahaan (PT Prestasi) penambang batu belah di Tewah ke Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, dinas tersebut melalui Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Provinsi Kalteng, Agustang Saining, mengatakan tidak memiliki berkas atau dokumen izin perusahaan penambang tersebut.
“Kami belum ada datanya pak” jawab Agustang singkat melalui pesan WhatsApp beberapa hari lalu.
Dugaan kuat, lokasi penambangan batu itu masuk kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK). Jika kawasan HPK, sungguh sangat disayangkan.
Praktisi Hukum, Guruh Eka Saputra, SH,MH menilai aturan normatifnya sudah jelas, dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, pada Pasal 134 ayat 2, kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, lanjut Guruh, aturan hukum yang lebih tegas lagi itu diatur juga dalam Pasal 50 ayat 3 huruf g juncto Pasal 38 ayat 3 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH) dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
“Dari peraturan tersebut sudah jelas bahwa kegiatan pertambangan itu tidak bisa dilakukan tanpa izin, apalagi jika lokasinya masuk dalam HPK. Ada ancaman pidana nya dalam Pasal 78 ayat 6 UU Kehutanan, yakni pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar, bahkan dalam UU Minerba izin yang bersangkutan bisa dicabut” papar Guruh.
Oleh karena itu, ia meminta, instansi terkait maupun penegak hukum, jangan sampai menutup mata, segera ditelaah bersama. Dan bila perlu pihak pusat harus mencabut perizinan mereka.
“Sudah jelas, dalam aturan tersebut, ada apa kok sekarang perusahaan batu belah tersebut bisa beroperasi” tukas Guruh. (Sekilaskalteng/Js)