JAVASATU.COM- Di tengah arus perubahan perilaku generasi muda, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menilai dunia layanan publik harus bergerak cepat dan lentur. Peresmian Gedung BNI Banking Cafe di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (7/7/2025), ia sambut bukan sekadar seremoni, tapi sebagai simbol transformasi layanan keuangan yang selama ini terlalu kaku dan jauh dari ruang hidup anak muda.

“Bank tidak lagi bisa hanya hadir sebagai tempat menyimpan uang,” ujar Wahyu dalam sambutannya. “Ia harus menjadi bagian dari ekosistem hidup mahasiswa, yakni tempat belajar, berdiskusi, bahkan melahirkan gagasan bisnis.”
BNI Banking Cafe yang terletak di Jalan Raya Tlogomas itu memang berbeda dari kantor cabang pada umumnya. Di sana, mahasiswa bisa membuka rekening, menabung, atau berkonsultasi keuangan sambil mengerjakan tugas di sofa panjang dengan koneksi internet cepat. Bagi Wahyu, pendekatan semacam ini tak sekadar layanan, tapi pendidikan yang dibungkus dalam pengalaman.
Sebagai Wali Kota di kota yang dikenal sebagai “Kota Pendidikan”, Wahyu menyadari tantangan besar dalam merespons kebutuhan generasi Z, yang tumbuh bersama teknologi dan lebih memilih layanan serba instan, fleksibel, dan personal.
“Kota Malang harus jadi pionir dalam inovasi pelayanan publik. Dan itu tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara lama. Harus ada terobosan yang segar dan relevan,” katanya.
Namun ia juga menggarisbawahi bahwa inovasi seperti ini tak boleh berhenti pada kemasan.
“Banking cafe tidak boleh berhenti sebagai tempat nongkrong. Harus ada misi edukatif yang kuat, agar mahasiswa tak hanya menjadi konsumen, tapi juga pelaku ekonomi yang cerdas,” tegasnya.
Pemerintah Kota Malang, lanjut Wahyu, akan terus mendukung inisiatif serupa, dengan satu catatan: nilai kemanfaatan publik harus menjadi poros utama.
“Kalau hanya bagus di tampilan tapi tidak mendekatkan masyarakat pada literasi dan inklusi keuangan, maka ini hanya akan jadi ruang kosong dengan AC dingin,” ujarnya tajam.
Wahyu berharap konsep seperti BNI Banking Cafe bisa menjadi pemicu lahirnya ekosistem layanan publik baru yang lebih adaptif, baik di sektor pendidikan, keuangan, maupun pemerintahan sendiri.
“Ini bukan soal bangunan baru. Ini soal cara baru membangun kepercayaan publik melalui pengalaman yang konkret dan bermakna,” tutupnya. (Arf)