JAVASATU.COM- Pasangan suami istri dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Ir. Chusnul Hanim, M.Si., IPM., ASEAN Eng., dan Prof. Dr. Ir. H. Ali Agus, DAA, DEA, IPU, ASEAN Eng., jadi simbol dedikasi dunia akademik terhadap kemandirian protein hewani Indonesia.

Pada Selasa (10/6/2025), Prof. Chusnul resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Biokimia Nutrisi Ternak di Balai Senat UGM. Ia menyusul sang suami yang lebih dulu menyandang gelar serupa. Keduanya kini menjadi salah satu dari sedikit pasangan Guru Besar di Indonesia yang berkiprah di bidang peternakan.
Dalam pidato pengukuhannya berjudul “Fitobiotik dan Aplikasinya untuk Peternakan Masa Depan”, Prof. Chusnul menawarkan alternatif revolusioner pengganti antibiotik dalam pakan ternak. Lewat risetnya, ia memanfaatkan tanaman herbal lokal seperti temulawak, kunyit, dan daun binahong untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil ternak, tanpa efek resistensi obat.
“Antibiotik membuat ternak resisten terhadap pengobatan. Fitobiotik bisa jadi pengganti yang aman dan alami,” kata Prof. Chusnul.
Inovasi ini juga terbukti menurunkan emisi metan dari ternak ruminansia, sekaligus memperkecil jejak karbon industri peternakan—menjadikannya solusi berkelanjutan di tengah krisis iklim dan tantangan ketahanan pangan.
Sejumlah tokoh hadir dalam pengukuhan ini, mulai dari Dirut Holding BUMN Pangan ID FOOD Ghimoyo, hingga Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Agung Suganda. Dari dunia usaha tampak Presiden Direktur PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk, Tjiu Thomas Effendy, serta Komisaris PT Widodo Makmur Unggas Tbk, Tumiyana.
Suami Prof. Chusnul, Prof. Ali Agus, adalah Tenaga Ahli Menteri Pertanian yang dikenal sebagai arsitek roadmap Swasembada Protein Hewani 2025–2035 dan pencetus teknologi pakan Fermented Complete Feed alias “burger pakan”.
“Jadi dosen sejak 1990, sekarang genap 35 tahun. Saya terus melihat bahwa SDM adalah faktor kunci dalam kedaulatan pangan,” ujar Prof. Ali.
Kehadiran mereka sebagai duo peneliti di bidang nutrisi dan pakan ternak menjadi sinergi riset langka yang menyasar hulu hingga hilir industri protein hewani. Terlebih, data Susenas 2024 menunjukkan 46% warga Indonesia masih kekurangan protein harian, yakni jauh tertinggal dari negara tetangga.
“Makan bergizi gratis tak bisa lepas dari protein hewani. Itu sebabnya inovasi pakan dan fitobiotik jadi sangat relevan,” tegas Prof. Ali yang juga Komisaris Holding BUMN Pangan ID FOOD.
Dengan posisi strategis di akademik dan pemerintahan, pasangan ini jadi garda depan transformasi peternakan nasional. Sebuah kisah nyata bagaimana cinta dan ilmu pengetahuan berjalan beriringan demi masa depan pangan Indonesia. (Saf)