JAVASATU.COM-MALANG- Suasana khas Jawa abad 19 hidup kembali di Situs Patirtaan Ngawonggo, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Puluhan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar acara budaya bertajuk SWARGO: Swanten Patirtaan Ngawonggo, Minggu (22/6/2025), untuk menghidupkan kembali tradisi lokal di tengah modernisasi.

Acara ini digagas oleh kelompok praktikum Public Relations Arture dari Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UMM, bekerja sama dengan pengelola situs.
Mengusung konsep kampung Jawa era 1800-1900-an, SWARGO menghadirkan beragam aktivitas edukatif dan hiburan bernuansa tradisional, mulai dari pasar rakyat dengan sistem barter uang bambu, pelatihan aksara Jawa, hingga pertunjukan seni klasik.
Lokal dan Tradisional
Produk yang dijajakan di pasar seluruhnya berasal dari warga sekitar. Mulai dari jajanan lawas, hasil bumi, kerajinan tangan hingga buah musiman dijual dengan media tukar unik berupa “pring” atau uang bambu. Konsep ini menyedot perhatian publik. Dari target 135 peserta, jumlah pengunjung membludak hingga lebih dari 250 orang.
“Antusiasme ini jadi bukti bahwa budaya lokal masih relevan, apalagi kalau dikemas secara kreatif,” ujar Mohammad Rizky, Project Manager SWARGO.
Dukungan Pemkab Malang
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Hartono, menyatakan dukungannya.
Ia menilai kesadaran budaya di kalangan muda makin menurun, dan inisiatif mahasiswa ini menjadi angin segar.
“Saya bersyukur, masih ada anak muda yang peduli budaya. Ini bisa jadi model pelestarian sekaligus pemberdayaan ekonomi,” kata Hartono.
Ia juga menyoroti pentingnya menjaga bahasa Jawa dan kesenian lokal, yang dinilainya mulai tergerus zaman.
Tampilkan Seniman Lokal
Acara ini juga menghadirkan sejumlah seniman Malang Raya. Mba Nana memandu pelatihan aksara Jawa, Mash Bhre dari Bhrethumapel mengajak peserta membatik, dan Mas Bejo dari Galeri Bejo mengenalkan harpa mulut Indonesia, yakni alat musik tradisional yang kini langka.
Penampilan karawitan dari Padepokan Seni Mangundharma Tumpang di bawah asuhan Ki Soleh menambah semarak.
Musik gamelan klasik dan bunyi khas harpa mulut membawa pengunjung larut dalam suasana etnik yang autentik.

Kolaborasi Lintas Generasi
Joko Roro Kabupaten Malang serta Putra-Putri Kampus UMM turut hadir dalam acara, memperkuat kolaborasi lintas generasi dalam pelestarian budaya.
Rizky mewakili panitia menyampaikan apresiasi kepada semua pihak atas dukungan penuh.
SWARGO tak hanya menjadi ajang praktik komunikasi dan manajemen acara bagi mahasiswa, tapi juga membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa berjalan berdampingan dengan kreativitas dan semangat muda.
“Kami berharap SWARGO bisa jadi agenda rutin, dan menginspirasi mahasiswa lain untuk ikut terlibat dalam pelestarian budaya lokal,” pungkas Rizky. (Arf)