JAVASATU.COM-MALANG- Salah satu peternak sapi yang kami temui adalah Siswanto (54) yang terdampak besar akibat wabah penyakit mulut dan kuku (PMK). Dari kisahnya, ada 9 ekor sapinya mati akibat penyakit tersebut. Rinciannya, 6 ekor sapi produktif dan 3 ekor sapi anakan.

Pria asal Desa Pandesari, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang itu mengaku megalami kerugian yang cukup besar, yaitu Rp120 juta lebih. Dengan rincian, sapi perah yang aktif bisa memproduksi susu, biasanya dihargai Rp 20 juta per ekornya jika dijual.
“Kemungkinan lebih (Rp 120 juta). Itu kan untuk yang indukan yang sudah produksi susu, kalau pedet (anakan sapi) itu kan juga ada harganya,” ujar Siswanto. Kamis (1/9/2022) siang.
Selama ada wabah PMK Siswanto berupaya sebisa mungkin untuk memberi pengobatan pada hewan ternaknya. Termasuk 17 ekor sapi yang saat ini masih tersisa. Sedang dalam penilaiannya, pemerintah cenderung kurang aktif memberikan pendampingan. Bahkan terkesan kurang serius untuk mengatasi wabah tersebut.
Sementara untuk pengobatan sapinya, Siswanto mengaku telah mengeluarkan belasan juta rupiah. Sebab, bantuan obat dari pemerintah, juga tidak bisa ditunggu kepastiannya. Bahkan menurutnya, kalaupun ada obat dari pemerintah, efeknya tak cukup berpengaruh pada kondisi ternak.
“Kalau dari pemerintah, cenderung tidak ada (bantuan) obat. Kebanyakan saya mengeluarkan uang pribadi, kemungkinan sudah sekitar Rp 12 juta. Sedangkan dari pemerintah, ada seperti suntikan antiobiotik, bukan vaksin. Tapi ya begitu, buktinya masih ada yang mati,” terang Siswanto.
Diakui oleh Siswanto jika kondisi sapinya sekarang sudah berangsur membaik dan mulai memproduksi 100 liter perharinya. Tapi angka itu tidak sebanding dengan kondisi normal, yaitu 200 liter perharinya.
Meski pemerintah akan memberikan bantuan yang salah satunya ganti rugi sapi yang mati, tapi Siswanto tidak berharap banyak dengan janji tersebut.
“Saya berusaha (mandiri) semaksimal mungkin saja, tidak mau berharap pada rencana yang masih tidak pasti,” imbuh Siswanto sambil memeriksa kondisi sapinga yang masih dalam tahap pemulihan.
Nasib nyaris serupa dialami oleh peternak lain di Dusun Jurangrejo Desa Pandesari, Rumaji. Menurutnya, selama wabah PMK menyerang 4 ekor sapinya, ia berusaha secara mandiri untuk melakukan pengobatan. Beruntungnya, sapi miliknya tidak ada yang sampai mati.
“Kalau obat dari pemerintah kayaknya hampir enggak ada sama sekali. Jadi, ini mulai terkena PMK, sapi saya berlendir lalu sampai ada luka boroknya, itu pengobatan saya lakukan mandiri,” pungkas Rumaji. (Agb/Saf)