JAVASATU.COM- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nusa Tenggara Timur (NTB) dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) menyebut Kota Mataram seperti kota sungai seribu sampah.
“Ini berdasarkan temuan tim Investigasi Walhi NTB dan ESN menemukan sungai-sungai di Kota Mataram dipenuhi sampah plastik dan menyebabkan Sungai Meninting dan Kokoq Jangkuk tercemar Mikroplastik. Ini seperti kota dengan seribu sampah,” kata Direktur Eksekutif NTB, Amri Nuryadi melalui pers rilisnya, Kamis (5/1/2023).
Untuk itu, pihaknya meminta kepada pemerintah segera melakukan pemulihan Sungai-sungai di Kota Mataram agar tidak menjadi tempat pembuangan sampah plastik.
“Pemerintah Indonesia telah memiliki PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan hidup yang memandatkan bahwa sungai-sungai di Indonesia harus Nihil sampah,” tegasnya.
Selanjutnya, Tim Investigasi NTB Barat dan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara juga melakukan inventarisasi timbulan sampah plastik di saluran dan sungai di Kota Mataram dan menemukan perubahan fungsi sungai menjadi tempat sampah.
“Kami menemukan fakta bahwa sungai di kota Mataram berubah menjadi tempat sampah, sampah sachet, tas kresek, Styrofoam, popok bayi dan sampah pakaian,” ungkap Bima Bani Perkasa, Tim investigasi yang beranggotakan Peneliti dan Relawan Walhi NTB Bima Bani Perkasa, Angga Putradi, Mathori Abdul Wahid dan Nelda Hannia.
Sedang, Peneliti ESN Prigi Arisandi dan Amiruddin Muttaqin mengambil sampel air pada 5 lokasi di Kali Ning, Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dan rata-rata 290 Partikel Mikroplastik dalam 100 liter air.
Grafik Jumlah dan Jenis Mikroplastik di Perairan Mataram dan Kabupaten Lombok Barat. (Sumber: Walhi NTB dan ESN)Diterangkan, dari Grafik diatas menunjukan bahwa kandungan mikroplastik tertinggi ada di Kali Ning yang ada di dalam kota Mataram, melalui pemukiman padat penduduk dan tidak memiliki sarana pengelolaan sampah dan perilaku warga yang membuang sampah kedalam saluran Kali Ning mengandung Mikroplastik tertinggi dibandingkan Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting.
Saluran air Kali Ning dalam pantauan tim investigasi dipenuhi sampah plastik jenis tas kresek, botol plastik, Styrofoam dan sachet.
“Mikroplastik adalah serpihan atau remahan plastik dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm yang berasal dari pecahan plastik ukuran besar seperti tas kresek, plastik bening, sampah pakaian, botol plastik, Styrofoam dan sachet yang ter-fragmen karena arus air dan paparan matahari,” terang Prigi Arisandi.
Lebih lanjut peneliti ESN ini menjelaskan bahwa mikroplastik ini memiliki efek kesehatan manusia, karena mikroplastik dalam air akan menyerap logam berat, polutan di air seperti khlorin atau pemutih dan phospat bahan detergen.
“Mikroplastik akan menyerap polutan dan apabila tertelan oleh ikan maka polutan ini akan merusak system reproduksi dan pertumbuhan ikan, jika mengkontaminasi daging ikan maka efeknya akan berlanjut pada metabolisme manusia yang mengkonsumsi ikan tercemar mikroplastik,karena selain menyerap polutan mikroplastik terbentuk dari polimer-polimer yang tersusun atas bahan-bahan pengganggu hormon,” urai Prigi Arisandi.
Dijelaskan, dari tabel diatas menunjukkan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah jenis Fiber.
Berikut penjelasan Prosentase 4 jenis mikroplastik yang ditemukan dan sumbernya:
- Fiber 2 %, sumbernya dari degradasi kain sintetik akibat kegiatan rumah tangga pencucian kain, laundry dan juga limbah industri tekstil. Fiber juga disebabkan oleh sampah kain yang tercecer di lingkungan yang terdegradasi karena proses alam;
- Filamen 8 %, berasal dari degradasi sampah plastik sekali pakai (kresek, botol plastik, kemasan plastik Single layer SL dan jaring nelayan);
- Fragmen 7 %, berasal dari deradasi sampah plastik sekali pakai dari jenis (kemasan sachet multilayer ML, tutup botol, botol shampo dan sabun );
- Granula 4.3%, berasal dari Microbeads atau bahan sintetis scrub yang ada dalam personal care (sabun, pemutih kulit, sampo, sabun, pasta gigi dan kosmetika).
Sementara itu Relawan Walhi NTB Nelda Hannia mengungkapkan, uji mikroplastik rapid test menggunakan mikroskop stereo yang disambungkan dengan monitor, sehingga dengan pembesaran 100-400 kali bisa dideteksi secara fisik mikroplastik didalam air.
“Sampel air yang diambil dan disaring dengan plankton net mesh 350 atau didalam 1 inch terdapat 350 benang penyaring, kemudian dipindahkan dalam cawan petri dan diamati dibawah mikroskop stereo dengan pembesaran 100-400, secara fisik mikroplastik fiber Nampak seperti benang-benang dibawah 1 mm berwarna biru, merah sedangkan filament adalah lembaran-lembaran plastik warna biru, bening dan untuk fragmen umumnya berwarna biru, coklat dan kuning, fisiknya solid dan sulit untuk di pisahkan atau tidak putus,” ungkap Relawan Walhi NTB Nelda Hannia.
Lebih lanjut ia menjelaskan jika awal melakukan uji mikroplastik merasa kesulitan namun setelah beberapa saat sudah terbiasa.
Menurut dia, kontaminasi Mikroplastik bisa disebabkan oleh berubahnya fungsi sungai menjadi tempat sampah dan tidak adanya infrastruktur pengolahan sampah yang baik di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat, indikasi ini bisa dilihat dari:
- Tidak tersedianya tempat sampah dan system pengelolaan sampah yang memadai pada tiap Kelurahan/Desa (layanan penjemputan sampah, pemanfaatan dan pengolahan )menyebabkan warga membuang sampahnya Ke selokan dan sungai.
- Rendahnya kepedulian warga pada pentingnya fungsi sungai dan acuh pada dampak lingkungan sampah banyak ditemukan warga menjadikan sungai menjadi Tempat sampah
- Sampah yang tercecer ditepi sungai terbawa arus menuju ke Hilir hingga ke Muara, bahkan kita bisa melihat sampah tak terhitung jumlahnya dari Kali Ning ke Kokoq Jangkuk.
- Jenis sampah yang paling banyak dijumpai adalah sampah pembungkus atau sachet yang di produksi oleh brand-brand Besar seperti PT Wings, PT Unilever, PT Mayora, PT Indofood
- Selain sachet banyak juga ditemukan sampah pakaian, sikat gigi, korek api, sandal sepatu, ban motor, plastik mika dan popok
Tim investigasi juga melakukan Brand Audit untuk mengetahui jenis dan produsen sampah plastik yang banyak dijumpai tertimbun di Sungai Meninting. Dari 1000 piece sampah yang dipunggut di Sungai Meninting di Desa Gegerung Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat dan di Kokoq Jangkuk ditemukan 9 produsen sebagai pencemar adalah PT Wings, PT Unilever, PT Nabati, PT Mayora, PT P&G, PT Santos Jaya, PT Unicharm dan PT Forisa.
Sampah Sachet Tak Bisa Didaur Ulang
Tim Investigasi, Mathori Abdul Wahid menambahkan, keberadaan sampah sachet mendominasi sampah yang mengambang di Sungai. Saluran-saluran air dan sungai di Kota Mataram dipenuhi oleh Styrofoam, botol plastik, popok dan terutama sachet, karena terbuat dari beberapa lapisan plastik atau multilayer jenis sampah sachet tidak bisa didaur ulang.
“Sampah sachet yang tidak bisa didaur ulang harus menjadi tanggungjawab produsen, Pemerintah Indonesia memiliki PermenKLHK yang berisi roadmap pengurangan sampah plastik, diantaranya tanggung jawab produsen untuk ikut mengolah 30% sampah plastik packaging yang dihasilkan,” ungkapnya.
Untuk itu Walhi NTB dan ESN menyarankan upaya efektif Kementerian PUPR, Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenko Marves, Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kota Mataram, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat untuk mencegah laju kontaminasi sampah dan limbah domestik membuktikan bahwa pemerintah harus segera melakukan upaya konkrit dan serius dengan:
- Mempeluas layanan tata kelola sampah hingga pelosok desa/Kelurahan yang di Lewati Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting, pemerintah membangun TPS 3R di setiap Kelurahan/desa yang dilewati Kokoq Jangkuk dan Sungai Meninting dengan didukung fasilitas sampah (dropo sampah) di pelosok desa dan masyarakat yang hidup di bantaran sungai;
- Menyelesaikan tumpang tindih kewenangan pengelolaan sungai, pemerintah sudah saatnya memangkas birokrasi dan tumpang tindih antar instansi pengelolaan sungai, agar anggaran pengelolaan sungai dan kinerja instansi pengelolaan dapat maksimal;
- Mengfokuskan anggran APBD dan APBN untuk pengelolaan Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting, pemerintah harus segera menaikkan anggaran untuk pengelolaan Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting dan masalah persampahan dengan memaksimalkan petugas sampah dan fasilitas sampah di setiap kawasan padat penduduk;
- Membuat terobosan sistem pengaduan pencemaran yang mudah, efisien dan sistematis, perlu edukasi bagi masyarakat tentang tata cara melakukan pengaduan pencemaran, agar masyarakat tidak kesulitan melakukan upaya advokasi jika menemukan suatu planggaran lingkungan;
- Memaksimalkan penegakan hukum lingkungan agar timbul efek jera, apabila pemerintah sudah membangun infrastruktur pengolahan sampah disepanjang Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting pemerintah kemudian harus serius menindak wargayang membuang limbah dan sampah nya ke sungai, melakukan trobosan yang efisien dan konkrit dalam melakukan pengawasan seperti (pemasangan CCTV di setiap outlet dan titik timbulan sampah, memasang alat pemantau khusus limbah perusahaan yang dapat bekerja selama 24 jam),;
- Mendorong perusahaan/ Industri untuk patuh terhadap Regulasi lingkungan, upaya EPR (tanggung jawab perusahaan) produsen penghasil sampah plastik harus segera dimaksimalkan, agar tidak ada lagi sampah plastik yang bocor ke sungai; meminta PT Wings, PT Unilever, PT Nabati, PT Mayora, PT P&G, PT Santos Jaya, PT Unicharm dan PT membersihkan sampah mereka dari Kukuq Jangkuk dan Sungai Meninting.
(Saf)