JAVASATU.COM- Aliansi Kehendak Rakyat (AKHERA) menyatakan dukungan terhadap langkah Polda Metro Jaya yang menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran berita bohong dan fitnah terkait tudingan ijazah palsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Penetapan tersebut diumumkan secara resmi pada Jumat (7/11/2025).

Langkah Polda Metro Jaya tersebut mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Aliansi Kehendak Rakyat (AKHERA). Aktivis AKHERA, Yeffta Bakarbessy, menegaskan pihaknya menilai penetapan tersangka dilakukan secara profesional berdasarkan bukti kuat tanpa unsur kriminalisasi atau pembungkaman aspirasi.
“Kami mendukung penuh langkah Polda Metro Jaya. Tidak ada upaya kriminalisasi ataupun intervensi dalam proses hukum ini. Semua murni berdasar bukti,” ujar Yeffta, Jumat (7/11/2025), saat dikonfirmasi.
Ia juga meminta para pihak yang tidak sependapat agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Kalau tidak puas, silakan ajukan praperadilan. Jangan menambah kegaduhan dengan tudingan baru yang justru bisa menjadi bumerang,” tambahnya.
Menurut Yeffta, kebebasan berpendapat dijamin undang-undang, namun harus disertai tanggung jawab agar tidak merugikan orang lain atau memicu konflik sosial.
“Menyampaikan aspirasi boleh, tapi jangan sampai menimbulkan fitnah dan keresahan masyarakat. Kita semua harus lebih bijak dalam bermedia,” ujarnya.
Yeffta Bakarbessy menegaskan AKHERA dalam waktu dekat akan menggelar aksi damai bertajuk “Sikap dan Suara Masyarakat Mendukung Polda Metro Jaya” sebagai bentuk dukungan terhadap penegakan hukum dan pemberantasan hoaks.
“Kami ingin menunjukkan bahwa masyarakat mendukung langkah tegas aparat dalam melawan berita bohong demi menjaga ketertiban dan kepercayaan publik terhadap hukum,” tutupnya.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri mengatakan, delapan tersangka dibagi dalam dua klaster. Klaster pertama terdiri dari E.S., K.T.R., M.R.F., R.E., dan D.H.L. Sementara klaster kedua meliputi R.S., T.T., dan R.H.S.
“Penetapan tersangka ini telah melalui proses asistensi dan gelar perkara yang melibatkan sejumlah ahli, mulai dari ahli pidana hingga ahli bahasa,” ujar Asep di Mapolda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025), dikutip dari rmol.id.
Klaster pertama dijerat dengan Pasal 310, 311, dan 160 KUHP serta Pasal 27A dan 28 ayat 2 UU ITE. Sementara klaster kedua dikenai pasal tambahan terkait manipulasi data elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 32, 35, dan 45 UU ITE.
Kasus ini bermula dari laporan Presiden Jokowi ke Polda Metro Jaya atas tuduhan ijazah palsu yang sempat beredar di media sosial.
Polisi memastikan seluruh proses penyidikan dilakukan berdasarkan alat bukti dan keterangan ahli secara profesional dan transparan. (saf)