JAVASATU.COM- Dalam sejarah hukum Indonesia pascareformasi, tahun 2009 adalah masa yang kelam. Saat itu, istilah “Cicak vs Buaya” meledak, menempatkan Kabareskrim Komjen Susno Duadji sebagai public enemy yang dianggap ingin menghancurkan KPK. Di seberangnya, Mahfud MD (saat itu Ketua MK) menghantam Susno habis-habisan demi membela KPK.

Namun, belasan tahun kemudian, kedua tokoh ini duduk satu meja sebagai sahabat. Dalam perbincangan di Ruang Sahabat, terungkap sebuah momen titik balik yang jarang diketahui publik.
Surat Keikhlasan
Mahfud MD membuka kisah itu dengan mata berkaca-kaca. Saat Susno akhirnya divonis bersalah dan harus meringkuk di penjara, dikriminalisasi oleh institusinya sendiri, ia mengirimkan sepucuk surat kepada Mahfud.
“Pak Mahfud, saya sekarang menerima akibat dari ini semua… Saya ikhlas sebagai pengorbanan. Tapi saya minta Pak Mahfud terus berjuang,” kenang Mahfud menirukan isi surat Susno.
Mahfud mengaku tersentuh. Ia menyadari bahwa sosok yang dulu ia lawan ternyata adalah korban dari sistem yang korup.
“Saya dulu ngehantam dia habis-habisan… Ternyata polisi ini (Susno) polisi hebat, hatinya baik,” ujar Mahfud.
Klarifikasi “Cicak Buaya”
Susno pun meluruskan sejarah. Istilah “Cicak vs Buaya” yang membuatnya dibenci publik sebenarnya adalah kesalahpahaman. Ia tidak berniat merendahkan KPK. Saat itu, ia hanya membandingkan teknologi alat sadap Polri yang canggih (Buaya) dengan alat sadap KPK yang masih terbatas (Cicak) ketika ditanya wartawan.
Susno merasa dikhianati. Padahal, ia adalah salah satu perumus undang-undang KPK dan undang-undang pencucian uang (money laundering). Ia yang ikut membangun fondasi pemberantasan korupsi, justru dituduh ingin menghancurkannya.
“Saya dikhianati, dituduh ingin menghancurkan KPK,” ucap Susno getir. Kini, dendam itu telah tiada. Susno memilih jalan sunyi sebagai petani di Pagaralam, namun suaranya tetap lantang meneriakkan kebenaran bersama sahabat barunya, Mahfud MD. (jup)
Sumber: Diolah dari kanal YouTube Mahfud MD Official (Tayang: 29 November 2025)