email: javasatu888@gmail.com
  • Beranda
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • EKONOMI
  • PEMERINTAHAN
  • POLITIK
  • HUKUM
  • OLAHRAGA
  • WISATA & KULINER
  • ESAI
Javasatu.com
Sabtu, 27 Desember 2025
No Result
View All Result
Javasatu.com
No Result
View All Result

OPINI: Digitalisasi Politik dan Krisis Literasi, Tantangan Ideologi di Ruang Publik Indonesia

by Redaksi Javasatu
16 Desember 2025
Ilustrasi

OPINI

Digitalisasi Politik dan Krisis Literasi: Tantangan Ideologi di Ruang Publik Indonesia

Oleh:
M. Ranggata Surya Pratama, Azzahra Viocherina Sari, Revana Cahyaninda Garin, Najwan Aurellia, Balqis Ramadhani Ayu Putri Laksana, Alya Priska Putri Erwindawanti, Karina Ekna Hardianti, Mochammad Ghathfan Faris, Baiq Arleta, Abdul Salam Alif Udin, Annisa Halimah Sadiyah, Azzahra Khairani, M. Ramdani, M. Billy Roka Junior, Arjuna Evan
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)


Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ruang publik yang sebelumnya didominasi media konvensional kini beralih ke media sosial dan berbagai platform digital. Transformasi ini bukan hanya mengubah cara masyarakat berkomunikasi, tetapi juga memengaruhi cara publik memahami, menyikapi, dan berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Digitalisasi membuka peluang besar bagi demokrasi, terutama dalam memperluas partisipasi politik masyarakat. Namun, di sisi lain, ia juga menghadirkan tantangan serius terhadap kualitas pemahaman politik, literasi publik, dan ketahanan ideologi bangsa.

Digitalisasi Ruang Publik dan Perubahan Dinamika Politik

Ruang digital kini menjadi arena utama pertukaran pendapat, kampanye politik, hingga pembentukan identitas sosial dan politik. Media sosial memungkinkan diskusi berlangsung cepat, terbuka, dan masif. Namun, kecepatan ini melahirkan budaya “informasi instan”, di mana masyarakat cenderung bereaksi tanpa proses berpikir kritis.

Konten politik yang viral sering kali lebih mengedepankan sensasi daripada substansi. Perdebatan rasional tersingkir oleh narasi emosional yang memicu polarisasi. Dalam konteks ini, politisi dan aktor politik memanfaatkan algoritma media sosial untuk membangun citra, menggiring opini, dan menguatkan basis pendukung.

Akibatnya, publik tidak lagi berperan sebagai subjek kritis, melainkan konsumen pasif dari informasi yang telah dikurasi oleh sistem digital.

BacaJuga :

OPINI: Kebijakan Fiskal untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif, Studi Kontradiksi di Banyuwangi

OPINI: Manajemen Utang dan Keuangan Negara, Antara Risiko dan Instrumen Pembangunan

Krisis Literasi Digital dan Politik

Masalah utama yang menyertai digitalisasi politik adalah rendahnya literasi digital dan literasi politik masyarakat. Banyak pengguna internet belum mampu membedakan fakta dan opini, informasi valid dan manipulatif. Kondisi ini membuka ruang subur bagi hoaks, propaganda, dan disinformasi politik.

Studi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi menunjukkan bahwa literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah, khususnya pada aspek berpikir kritis. Masyarakat relatif mahir menggunakan teknologi, tetapi lemah dalam mengevaluasi dan memverifikasi informasi.

Kesenjangan antara kecakapan teknis dan kecakapan kritis inilah yang melahirkan masyarakat digital yang aktif secara kuantitas, namun rapuh secara kualitas.

Polarisasi dan Echo Chamber

Rendahnya literasi digital berkontribusi pada menguatnya polarisasi politik. Algoritma media sosial cenderung menyajikan konten yang sejalan dengan preferensi pengguna, membentuk apa yang dikenal sebagai echo chamber. Dalam ruang ini, pengguna hanya terpapar pandangan yang menguatkan keyakinannya sendiri.

Fenomena ini tampak jelas pada momen Pemilu, ketika masyarakat terbelah dalam kubu-kubu yang saling berhadapan secara emosional. Polarisasi tidak hanya berdampak pada pilihan politik, tetapi juga merusak relasi sosial, bahkan dalam lingkup keluarga dan pertemanan.

Penyimpangan Ideologis di Ruang Digital

Dalam konteks ideologi bangsa, situasi ini menjadi semakin mengkhawatirkan. Pancasila yang seharusnya menjadi landasan moral dan etika dalam kehidupan berbangsa justru kerap terpinggirkan. Nilai persatuan, musyawarah, kemanusiaan, dan keadilan sosial kalah oleh narasi provokatif yang viral.

Ideologi direduksi menjadi sekadar label politik atau identitas kelompok, bukan lagi sistem nilai pemersatu. Simbol-simbol ideologis bahkan kerap dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis, sehingga mengaburkan makna dan fungsinya dalam kehidupan bernegara.

Generasi Muda dan Tantangan Literasi

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa mayoritas pengguna internet berada pada rentang usia 16-30 tahun. Generasi muda menjadi aktor utama dalam ruang digital dan berpotensi besar menentukan arah politik Indonesia ke depan.

Namun, tingginya intensitas penggunaan internet belum sepenuhnya diiringi dengan kedewasaan berpikir kritis. Generasi muda kerap menjadi sasaran empuk propaganda digital karena sifatnya yang cepat bereaksi dan emosional. Jika tidak dibekali literasi yang memadai, mereka berisiko menjadi penyebar disinformasi tanpa disadari.

Literasi sebagai Pilar Demokrasi Digital

Digitalisasi politik bukan sekadar persoalan teknologi, melainkan persoalan ideologis. Cara masyarakat mengonsumsi, membagikan, dan menafsirkan informasi sangat menentukan kualitas demokrasi dan kohesi sosial.

Oleh karena itu, literasi digital dan politik harus menjadi agenda bersama. Pendidikan formal perlu mengintegrasikan literasi digital dalam kurikulum. Komunitas masyarakat perlu membangun ruang diskusi yang sehat dan inklusif. Platform digital juga memiliki tanggung jawab untuk memperkuat moderasi konten dan menghadirkan fitur edukatif bagi pengguna.

Lebih dari itu, setiap warga digital harus memahami bahwa kebebasan berekspresi harus disertai tanggung jawab moral.

Penutup

Digitalisasi politik membawa peluang besar bagi demokrasi Indonesia. Namun, tanpa literasi digital yang kuat, ruang publik justru berpotensi menjadi ladang polarisasi, misinformasi, dan penyimpangan ideologis.

Indonesia membutuhkan warga digital yang tidak hanya melek teknologi, tetapi juga berpikir kritis, beretika, dan berpegang pada nilai-nilai Pancasila. Dengan penguatan literasi dan kesadaran ideologis, ruang digital dapat menjadi arena demokrasi yang cerdas, inklusif, dan beradab, bukan sumber perpecahan bangsa. (*)


*Artikel ini untuk tugas perkuliahan

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook

Menyukai ini:

Suka Memuat...
Tags: Opiniumm
ADVERTISEMENT

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

BERITA TERBARU

Gasak Scoopy di Kepanjen, Pelaku Curanmor Dibekuk Polisi di Probolinggo

Haul ke-16 Gus Dur di Malang Jadi Ruang Merawat Keberagaman

Universitas Sunan Gresik Serahkan Mobil Komando untuk Banser

Susbalan Banser Gresik Cetak Kader Tangguh dan Profesional

Senam ASN Hebat Meriahkan Kanjuruhan Kreatif Fest 2025

Giaza Tutup 2025 dengan Dua Single Reflektif “Slow Down” dan “MVP”

Band Punk Gresik Stink Breath Rilis EP “Best On 70’s” Akhir 2025

Warga Ampelgading Malang Terima Bantuan Dampak Erupsi Semeru

Pemkab Malang Upgrade Kompetensi BPBD Lewat Pelatihan Vertical Rescue

Husnul Aqib Terpilih Aklamasi Pimpin DMI Dukun Gresik Periode 2025-2030

Prev Next

POPULER HARI INI

Rute, Tarif dan Jam Operasional Trans Jatim Malang Raya

Makesta IV IPNU-IPPNU Tambakrejo Duduksampeyan Gresik Resmi Digelar

Universitas Sunan Gresik Serahkan Mobil Komando untuk Banser

Isi Libur Natal, Siswa MA An-Nur Bululawang Ikuti Pelatihan Wirausaha Shibori

Husnul Aqib Terpilih Aklamasi Pimpin DMI Dukun Gresik Periode 2025-2030

BERITA LAINNYA

Giaza Tutup 2025 dengan Dua Single Reflektif “Slow Down” dan “MVP”

Pendemo Bersenjata Api Diamankan TNI-Polri di Lhokseumawe

Banjir Aceh, Pakar Ingatkan Trauma Anak Tak Cukup Disembuhkan dengan Bantuan Logistik

Natal 2025 di Blora, Dandim Turun Langsung Jamin Keamanan Umat

Turun Langsung ke Lapangan, Dandim 0808 Blitar Tinjau Gereja Malam Natal

OPINI: Kebijakan Fiskal untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif, Studi Kontradiksi di Banyuwangi

Panglima TNI Resmikan Gedung Jenderal Soedirman Paspampres di Jakarta

Spanduk “Jaga Wali Kota Bekasi” Dilawan Spanduk “Kapan KPK Hattrick di Kota Bekasi?”

12 Koperasi Merah Putih di Surabaya Terapkan Sistem Konsinyasi untuk Distribusi Pangan

OPINI: Manajemen Utang dan Keuangan Negara, Antara Risiko dan Instrumen Pembangunan

Prev Next

POPULER MINGGU INI

Rute, Tarif dan Jam Operasional Trans Jatim Malang Raya

Lomba Tari di Kepanjen Kidul Blitar Ricuh, Diduga Tak Berizin, Panitia Diadukan ke Polisi

Tudingan ke Kepala BNN Komjen Suyudi Dinilai Fitnah dan Tak Berdasar

Isi Libur Natal, Siswa MA An-Nur Bululawang Ikuti Pelatihan Wirausaha Shibori

Spanduk “Jaga Wali Kota Bekasi” Dilawan Spanduk “Kapan KPK Hattrick di Kota Bekasi?”

  • Tentang Javasatu
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Siber
  • Kode Perilaku Perusahaan
  • Perlindungan Wartawan

© 2025 Javasatu. All Right Reserved

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

  • Beranda
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • EKONOMI
  • PEMERINTAHAN
  • POLITIK
  • HUKUM
  • OLAHRAGA
  • WISATA & KULINER
  • ESAI

© 2025 Javasatu. All Right Reserved

%d