JAVASATU.COM- Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Malang Zia’ul Haq menyoroti keterlambatan proyek rehabilitasi Gedung Diponegoro kelas 1, 2, dan 3 RSUD Kanjuruhan. Ia menegaskan kontraktor yang tidak patuh terhadap kontrak dan jadwal kerja harus diberi catatan khusus hingga berpotensi “diblacklist”.

Zia’ul Haq menyatakan, keterlambatan proyek yang terus berulang menunjukkan adanya persoalan serius dalam pelaksanaan pekerjaan maupun proses evaluasi rekanan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD).
“Tanggal 25 Desember itu sebenarnya batas seluruh proses pengajuan pembayaran proyek. Kalau masih terjadi kemoloran, berarti ada yang tidak beres dalam pelaksanaan maupun pengawasannya,” ujar Zia’ul Haq, Kamis (25/12/2025) saat dihubungi Javasatu.com.
Menurutnya, secara aturan kontraktor yang terlambat memang dikenai denda, namun hal itu tidak cukup jika keterlambatan terus terjadi. DPRD meminta OPD, rumah sakit, maupun badan terkait memberikan rekam jejak dan evaluasi tegas terhadap kontraktor yang dinilai tidak profesional.
“Kontraktor yang tidak patuh dan pekerjaannya molor perlu diberi catatan. Ini penting agar ke depan tidak terus terulang,” tegas politisi Partai Gerindra tersebut.
Zia’ul Haq juga menyoroti sistem pengadaan barang dan jasa yang masih menitikberatkan pada penawaran harga terendah. Menurutnya, hal itu kerap mengabaikan kapasitas dan kesehatan keuangan rekanan, sehingga berdampak pada keterlambatan pekerjaan.
“Sering kali yang menang lelang adalah yang mengajukan harga paling murah, tapi tidak dilihat betul apakah CV tersebut benar-benar mampu secara modal dan manajemen,” katanya.

Ia menegaskan, OPD sebenarnya memiliki kewenangan untuk memberikan catatan dan sanksi administratif terhadap kontraktor bermasalah, termasuk tidak lagi menggunakan jasa CV tersebut pada proyek-proyek berikutnya meskipun secara administrasi memenangkan lelang.
Terkait sanksi, Zia’ul Haq menjelaskan bahwa dalam SPMK telah diatur secara jelas konsekuensi keterlambatan, termasuk pencabutan SPMK apabila progres pekerjaan tidak mencapai batas minimal yang ditentukan.
“Kalau progresnya masih di bawah 90 persen, SPMK bisa dicabut. Kalau sudah 75, 80, atau 95 persen, itu tinggal penyelesaian administratif dan perubahan kontrak. Tapi kalau tidak dilakukan sesuai aturan, tetap bisa dianggap wanprestasi,” jelasnya.
Berita sebelumnya:
Ia menambahkan, apabila hingga batas akhir perpanjangan pekerjaan belum juga rampung 100 persen, DPRD akan memberikan rekomendasi kepada manajemen RSUD Kanjuruhan agar tidak lagi menggunakan kontraktor tersebut pada proyek-proyek selanjutnya.
“Catatan buruk itu tidak hanya berlaku di RSUD, tapi juga bisa berdampak di OPD lain. Rekam jejaknya akan jelek,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, proyek rehabilitasi Gedung Diponegoro kelas 1, 2, dan 3 RSUD Kanjuruhan senilai Rp2,05 miliar yang dikerjakan CV Melati Kurai mengalami keterlambatan dari target selesai 14 Desember 2025. Meski diberi perpanjangan waktu hingga 28 Desember 2025, kontraktor tetap dikenai denda keterlambatan dan terancam sanksi administratif hingga pencabutan SPMK jika pekerjaan tidak rampung sesuai ketentuan. (saf)